Nusantaratv.com - Polda Metro Jaya resmi meningkatkan status penyelidikan atas laporan dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong terkait tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke tahap penyidikan.
Polisi menyatakan telah menemukan unsur pidana dalam kasus ini. Dari Solo, Jokowi merespons perkembangan kasus tersebut dengan menyambut baik langkah hukum yang diambil.
Namun, dia juga menyinggung adanya kemungkinan agenda politik yang melatarbelakangi kontroversi ijazah itu, termasuk upaya untuk menjatuhkan reputasinya serta Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando, mencurigai tudingan terhadap ijazah Jokowi merupakan bagian dari gerakan yang lebih besar.
Dia menilai berbagai isu yang muncul belakangan ini terkesan sistematis, seperti isu pemakzulan terhadap Gibran dan serangan personal saat Jokowi dikabarkan sakit.
"Selama beberapa bulan terakhir, berbagai isu muncul silih berganti dan cenderung mengarah pada upaya mendelegitimasi Jokowi maupun Gibran. Contohnya, tudingan ijazah palsu dan wacana pemakzulan yang terus dihembuskan," ujar Ade Armando saat menjadi narasumber dialog program "Prime Time" di Nusantara TV, Selasa, 15 Juli 2025.
Dia menambahkan, isu pemakzulan bukan hanya dilakukan oleh kelompok purnawirawan yang berkirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto dan DPR. Namun, saat ini ada juga kelompok purnawirawan yang lain mendatangi beberapa partai meminta untuk mengajukan gugatan yang serupa.
"Di sisi lain misalnya juga ketika Pak Jokowi sakit, kemudian ada juga serangan terhadap beliau dengan misalnya dokter Tifa (Tifauzia Tyassuma), yang mengatakan sakitnya (Jokowi) enggak sekedar alergi kulit dan seterusnya. Jadi ini berulang-ulang," tambahnya.
Ketika ditanya apakah pembuktian ijazah Jokowi palsu bisa mendelegitimasi posisi Gibran sebagai Wapres? Ade Armando menjawab jika hal tersebut secara tidak langsung sangat berkaitan.
"Karena kemunculan Gibran sebagai wapres sangat berkaitan dengan posisi dan pengaruh Pak Jokowi. Gibran tidak hadir tiba-tiba di panggung politik, melainkan karena publik melihatnya sebagai putra presiden," sebut Ade Armando.
Menurutnya, serangan terhadap keluarga Jokowi lainnya seperti Kaesang Pangarep atau Bobby Nasution juga mengindikasikan pola yang sama.
"Bahkan ke Bobby Nasution saat ini, bahkan saya enggak tahu mungkin juga Bu Iriana dikait-kaitkan. Ini kan berkelanjutan semua. Itu tidak muncul hanya dalam satu waktu, tapi berkelanjutan dari awal tahun. Itulah yang membuat kami para pendukung Jokowi menganggap seperti ada agenda lain di luar keinginan memastikan ijazah Pak Jokowi itu palsu atau asli," imbuh Ade Armando.
Menanggapi hal ini, pakar telematika sekaligus pihak yang meragukan keaslian ijazah Jokowi, Roy Suryo menilai hubungan antara Jokowi dan Gibran memang tidak bisa dipisahkan, tetapi upaya mendelegitimasi Gibran dinilai terlalu jauh.
"Kalau tidak ada hubungan keluarga, ya santai aja," katanya.
Roy Suryo menegaskan, tujuan untuk membuktikan keaslian ijazah bukanlah soal menyerang individu, melainkan memastikan pemimpin negara memiliki rekam jejak yang jelas dan transparan.
Dia mencontohkan, tokoh-tokoh seperti Bung Karno dan Bung Hatta memiliki latar pendidikan yang jelas, bahkan Megawati mengakui tidak menyelesaikan kuliahnya dan hanya menggunakan ijazah SMA.
"Siapapun kepala negara, siapapun pemimpin, kami ingin yang track record-nya benar-benar bagus. Banyak juga pertanyaan, 'ijazahnya Bung Karno dulu tidak di serang?' Ya, Bung Karno jelas, Bung Karno itu jelas dari ITB. Ijazahnya Bung Hatta malah jelas dipasang di Erasmus University of Rotterdam. Siapapun, misalnya Bu Mega. Bu Mega saya appreciate, beliau sempat kuliah di Unpad (Universitas Padjajaran), karena tidak selesai, beliau mengakui, sehingga pakai ijazah SMA," cetus Roy Suryo.
Dia juga menekankan jika ijazah Jokowi benar, tidak perlu ada kekhawatiran. Namun jika ada keraguan, itu wajar dipertanyakan, apalagi jika ada konsekuensi politik dari hubungan keluarga yang membawa Gibran ke posisi wapres.
"Artinya ketika dia (Gibran) terpilih gara-gara ada hubungan keluarga dengan Jokowi, ya saat ini kalau ada serangan ke Jokowi jangan sampai kemudian dia merasa wah! Kalau itu enggak ada hubungan keluarga mungkin santai-santai aja kami nyerang siapapun," ucap Roy Suryo.
Terkait berlarutnya masalah ijazah Jokowi, Roy Suryo menyebut ada ketidakobjektifan dalam penanganan kasus oleh kepolisian.
"Karena ada yang tidak objektif dan profesional. Kalau Polri memang presisi, semua bukti diakomodir, itu clear. Saya bukan bagian dari TPUA. Saya adalah ahli yang kemudian diminta bantuan oleh TPUA. Ketika saya diminta bantuan oleh TPUA di Desember, saya tunggu-tunggu katanya mau di BAP di Bareskrim, ternyata enggak, dan ternyata Bareskrim jalan sendiri, berarti dia melakukan upaya sendiri," imbuhnya.
Dia menyoroti ketimpangan perlakuan terhadap pelapor dan pihak-pihak yang mendukung klaim adanya dugaan ijazah palsu. Menurutnya, bukti-bukti baru seperti dokumen akademik lengkap dari kakak angkatan Jokowi seharusnya cukup kuat untuk dijadikan bahan penyelidikan yang lebih mendalam.
Roy Suryo menyebut dokumen yang dilihatnya lebih meyakinkan dibanding yang ditampilkan oleh Bareskrim sebelumnya.
"Sampai akhirnya Bareskrim tiba-tiba pada tanggal 22 Mei bikin gelar perkara. Tapi justru banyak sekali kesalahannya mulai dari tahun KKN yang dikoreksi sendiri, 1983 atau 1985, soal koran yang tidak presisi, bahkan nilai-nilainya ternyata tidak sesuai dengan KHS yang terakhir ditemukan oleh dokter Tifa, dan itu saya sudah pegang, dan sudah saya lihat ada lima bendel lengkap, ada ijazah, skripsi, transkrip, semua dikumpulkan oleh kakak-kakak kelas saya, itu perfect banget. Beda dengan yang kemarin ditampilkan oleh Bareskrim," tukas Roy Suryo.
Saksikan dialog menarik dalam program "Prime Time" bersama jurnalis Nusantara TV, Tascha Liudmila, yang menghadirkan narasumber Ade Armando (Politisi PSI), Roy Suryo (Pakar Telematika dan pihak yang meragukan keaslian ijazah Jokowi), serta Beathor Suryadi (Politisi PDI Perjuangan).
Perbincangan ini mengangkat topik "Ijazah Jokowi, Politik Pemakzulan Gibran" dan dapat disimak melalui video di bawah ini.