Pengamat: Kemenangan Taliban Potensi Jadi Morale Booster Teroris RI

Nusantaratv.com - 14 Desember 2021

Noor Huda Ismail.
Noor Huda Ismail.

Penulis: Mochammad Rizki

Nusantaratv.com - Kemenangan Taliban dalam menguasai wilayah Afghanistan, seusai dikuasai Amerika Serikat (AS) disebut berdampak pada gerakan radikalisme dan teroris di Indonesia. Hal itu dinilai menjadi pemacu semangat para pelaku. 

"Kemenangan Taliban ketika menang ini seperti ‘morale booster’ atau pendorong semangat. Misalnya ceramah Ustaz Abu Tholut tentang kemenangan Taliban di YouTube, ditonton sampai puluhan ribu. Ini salah satu bentuk dari euforia tersebut. Hal yang penting juga adalah munculnya online konsolidasi. Kalau dulu Ustaz Abu Fida bergabung dalam jaringan secara offline dan karena faktor pertemanan, maka hari ini proses itu dipercepat dan diperluas melalui FB, WA dan Telegram," ujar pengamat terorisme dan Visiting Fellow RSIS, NTU Singapore, Noor Huda Ismail, Senin (13/12/2021).

Hal tersebut disampaikan Noor Huda dalam webinar "Ekses Kelompok Taliban di Afghanistan terhadap Perkembangan Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme di Indonesia", yang digelar Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia. 

Menurut Noor Huda, melalui media sosial (medsos), saat ini jaringan teroris kian berkembang. Bahkan akibat dari kondisi itu, orang-orang Indonesia yang berada di Afghanistan tidak hanya lelaki tapi juga perempuan dan anak. 

"Potensi keterlibatan WNI dalam pusaran konflik di Afghanistan ini karena hari ini masih ada jaringan Al Qaeda di Afganistan dan juga ISIS Khorasan. Oleh karena itu, kita harus melihat isu ini tidak hanya dengan memakai kacamata lokal tapi juga dengan harus melihat dinamika global. Proses bergabung pun berubah. Dulu hanya bisa jalur offline sekarang bisa melalui online. Dengan adanya medsos, yang terekrut itu beragam. Contohnya pekerja migran di Hongkong  yang mencuri uang majikan Rp250 juta lalu disumbangkan ke kelompok ISIS," paparnya.

Meski begitu, terkait pengaruh terhadap perkembangan terorisme di Indonesia, kemenangan Taliban di Afghanistan harus dilihat lebih ke arah kelompok garis keras yang tak mendapatkan kekuasaan di negara itu seperti ISIS. Noor Huda khawatir simpatisan kelompok ini semakin menggeliat di Indonesia, mengingat di Afghanistan jumlah ISIS Khorasan seperti dilaporkan PBB terus meningkat.

"Taliban sebagai negara baru tidak akan mampu lawan mereka sendiri. Bukan tidak mungkin nanti Amerika akan kerja sama lagi dengan mereka untuk menumpas ISIS Khorasan ini. Sedangkan JI, masih dalam tahap ‘wait and see’ atau  melihat-lihat kondisi yang ada. Tapi yang sangat antusias ke sana adalah kelompok pro ISIS. Dalam diskusi online mereka, sudah muncul narasi bahwa ISIS Khorasan ini sudah berusaha mencari sebanyak-banyaknya pengikut dari Asia Tenggara untuk datang. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini terjadi, kita sangat perlu penguatan masyarakat sipil karena permasalahan radikalisme terorisme tetap akan ada juga, makanya masyarakat harus kuat, masyakarat harus memiliki rasa 'ini masalah kita', ini tantangan ke depan," paparnya. 

Ancaman Taliban sesungguhnya bagi Indonesia, kata dia adalah pada aspek “human security” atau aspek keamanan manusia seperti menguatnya ide-ide konservatif, fundamental dan proses pemarginalan perempuan dalam ruang publik.

"Dari sisi bahaya keamanan negara seperti terjadinya bom-boman itu saya kira itu akan kecil terjadi ketika Taliban menang. Tetapi Taliban sebagai sebuah ide yaitu upaya mengganti sistem negara kita hari ini yang  bermasalah," jelasnya. 

Sementara, mantan anggota Jemaah Islamiyah, Saifuddin Umar alias Abu Fida mengatakan ekses kemenangan kelompok Taliban terhadap perkembangan radikalisme di Indonesia, ialah menjadi inspirator bagi gerakan-gerakan jihad di bawah tanah. Kemudian menjadi daya tarik gerakan yang akan mengimplementasikan syariat Islam, serta jadi inspirasi kaum santri untuk berperan dalam berjihad kontemporer. 

"Memang menjadikan insipirasi apalagi dengan adanya globalisasi dan media sosial seperti masa kini. Di dalam masyarakat Afghanistan ada orang HT (Hizbut Tahrir), orang syiah sehingga menjadi daya tarik yang mengamalkan syariat Islam," ujarnya. 

Direktur Amir Mahmud Center, Amir Mahmud menambahkan, bahwa ada perbedaan yang signifikan antara ISIS dengan Taliban. "Dunia jangan melihat ISIS saja sebagai biang keladi kejahatan kemanusiaan namun juga ada kelompolk yang hari ini berkuasa mengambil alih kekuasaan yang bermadzhab hanafi suni tidak sebagaimana ISIS," ujar dia.

"Sementara perang ideologi di Indonesia khususnya masih sangat kuat kelompok Taliban yang hari ini digandrungi oleh mereka kelompok anti pemerintah alias oposisi, menjadi terbangun kembali. Makanya saya lebih menekenakan kepada aspek keamanan negara," lanjutnya.

Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme SKSG Universitas Indonesia, Sapto Priyanto mengatakan respon negatif PBB dan negara barat terhadap Afghanistan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan keamanan. Hal ini dapat menyebabkan Taliban akan memberikan ruang kepada foreign fighter untuk berlatih militer lalu negara barat termasuk Inggris, berpotensi menjadi target terorisme. Ini seperti yang diprediksi oleh sebuah buletin di Inggris.

"Saya khawatirnya perkembangan di Afganistan saat ini bisa jadi trigger aksi terorisme seperti yang sebelumnya pernah terjadi," ujarnya. 

"Sebagian pelaku teror tergabung karena salah memilih ustaz untuk itu yang terpenting adalah edukasi kepada masyarakat, dari sisi kualitas dan kuantitas kita kurang untuk meredam itu. Jadi bagaimana kita menjelaskan konsep-konsep yang selama ini salah dipahami, kita jelaskan sebenar-benarnya penting dikedepankan," imbuh Sapto.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])