Nusantaratv.com-Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan memfokuskan inovasi dalam mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional yang dicanangkan Pemerintah.
Hal itu disampaikan Prof Dr Mohammad Nur Rianto Al Arif
Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan saat memberikan keynote speech dalam acara diskusi bertajuk Nusantara Sustainability Trend Forum (Nature) 2025 yang digelar Nusantara TV di Grand Ballroom Nusantara NT Tower Jakarta, Rabu 28 Mei 2025.
"Tugas Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan satu adalah melakukan kerja sama. Tentu kita akan buka komunikasi dengan lintas kementerian, lintas lembaga, baik instansi pemerintah maupun swasta termasuk dengan Nusantara TV. Kemudian yang kedua adalah berkenaan dengan negosiasi dan yang ketiga adalah inovasi," kata Prof Dr Mohammad Nur Rianto Al Arif yang hadir mewakili Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan, Muhammad Mardiono.
Prof Dr Mohammad Nur Rianto Al Arif mengatakan hampir sebagian besar pasokan pangan Indonesia adalah impor termasuk dengan beras di 2024.
Namun sebagaimana disampaikan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, periode Januari sampai Juni 2025 diperkirakan Indonesia akan mengalami surplus produksi beras kurang lebih sekitar 3,3 juta ton. Karena konsumsi di Indonesia hanya 15 juta sementara produksi mencapai 18 jutaan.
Mohammad Nur Rianto Al Arif menyebut tercapainya surplus produksi beras tersebut berkat program cetak sawah yang dilakukan Kementan secara massif.
"Cetak sawah yang sudah dilakukan oleh Kementerian Pertanian memang sudah cukup masisf dilakukan di Merauke, di Kalimantan. Dan cara yang ee dilakukan oleh Kementerian Pertanian adalah memang kemudian mekanisasi. Full mekanisasi. Dari tanamnya sudah full pakai alat, kemudian dari sisi pemupukannya pun juga pakai alat sampai pestisida dan segala macam semua pakai alat. Sehingga memang akhirnya nya kemudian dari sisi produksi bisa meningkat cukup signifikan," paparnya.
Ia mengungkapkan kantor UKP mencoba melihat hal yang lain dari program yang sudah dijalankan Kementan.
Menurutnya, program eksensifikasi bagus karena bisa mengakselerasi. Tetapi di sisi lain ada PR. PR adalah ketika intervensi pemerintah sudah tidak ada. Apakah proyek itu akan tetap berjalan?
"Seringkali di kita ketika programnya berhenti, tidak ada intervensi, tidak lagi jalan," ujarnya.
"Yang kedua untuk meningkatkan pasokan pangan tentu adalah intensifikasi. Kalau ekstensifikasi adalah membuka lahan baru, maka intensifikasi adalah bagaimana lahan yang ada itu kita bisa tingkatkan produktivitasnya," imbuhnya.
Isu terkait dengan intensifikasi, kata Mohammad Nur Rianto Al Arif, ada tiga hal yang menjadi perhatian UKP Bidang Ketahanan Pangan.
"Satu, degradasi lahan. Lahan kita sudah banyak yang fatigue. PH tanahnya di kisaran 34. Ini kalau dari sisi kesuburan sudah tidak subur. Makanya kenapa produksi hanya mungkin hanya sekitar 3 sampai 4 ton per hektar. Sementara rata rata nasional kan di angka sekitar 5,5 sampai 6 ton. Bahkan harusnya bisa lebih tinggi dari itu. Kenapa? Karena tanahnya sudah sangat racun, penuh dengan racun," paparnya.
"Yang kedua adalah isu petani gurem. Kalau kita lihat data BPS dari 29 juta petani di Indonesia 60%-nya adalah petani gurem. Petani gurem itu adalah petani yang luas lahan kepemilikannya hanya di bawah 0,5 hektar. Tentu kalau di bawah setengah hektar kan ini tidak menarik bagi mereka untuk produksi. Mereka hanya produksi, hanya paling hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Tapi kalau dari sisi meningkatkan kesejahteraan tidak," tambahnya.
Terkait isu ini, ia pun mengajak para mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menghadiri Nature 2025 untuk menjadi petani modern.
"Dari tiga hal itu maka kemudian kami coba beberapa hal yang kami coba desain, salah satu yang sedang kami desain adalah memang adalah pertanian sirkuler terintegrasi. Jadi memadukan antara pertanian dengan peternakan dalam satu loop. Karena memang lagi-lagi karena ini adalah sifatnya intensifikasi, hal yang paling utama harus kami lakukan adalah social engineering. Bagaimana menyatukan masyarakat supaya mereka guyub," ujarnya.
Mohammad Nur Rianto Al Arif menyampaikan UKP Bidang Ketahanan Pangan akan melaksanakan program pertanian sirkuler terintegrasi di 20 titik di 13 provinsi.
Selain itu pihaknya juga menaruh perhatian terhadap food loose dan food waste. Pasalnya berdasarkan data FAO terjadi kerugian mencapai Rp511 triliun akibat food loose dan food waste.
"Karena ketika kita bicara kedaulatan pangan, maka kita akan bicara dari hulu sampai ke hilir. Belum lagi sampai bagaimana produk petani itu bisa berubah jadi sesuatu yang memiliki nilai tambah. Tidak hanya beras, tapi mungkin banyak hal yang lainnya," tutupnya.
Nusantara Sustainability Trend Forum (Nature) 2025 disponsori oleh Pertamina Energizing You, Wuling Motors Indonesia, PT Pegadaian, PT Pelindo Multi Terminal, Harita Nickel, PT Perkebunan Nusantara Tiga (Persero), Chandra Karya dan NYCTO.