Nusantaratv.com - Di antara ribuan jemaah calon haji yang bersiap menuju Tanah Suci, sepasang wajah, seorang ibu dan anak, terlihat memancarkan kesedihan yang sulit disembunyikan, meski senyum tetap terukir di wajah mereka.
Mereka adalah Pitta (56) dan putranya, Pahrul Ramadhan Syahputra (30), yang membawa sebuah kisah menyentuh tentang cinta keluarga, kehilangan, dan pengabdian.
Beberapa bulan sebelumnya, Pitta dan suaminya, Hapijuddin, atau akrab disapa Pak Apit, telah bersiap untuk menunaikan rukun Islam kelima bersama.
Semua persiapan teknis, mulai dari paspor hingga perekaman biometrik Saudi Visa Bio (SVB), telah dilalui.
Namun takdir berkata lain, Pak Apit meninggal dunia akibat komplikasi penyakit diabetes, hanya beberapa waktu sebelum keberangkatan.
"Bapak sudah siap betul. Beliau sangat semangat, setiap hari bicara soal Makkah, soal wukuf di Arafah. Tapi ternyata Allah lebih dulu memanggil," kenang Bu Pitta, menahan haru, dikutip dari laman Kemenag, Selasa, 13 Mei 2025.
Kepergian suaminya bukan hanya menyisakan duka, tapi juga menggugurkan impian mereka berhaji bersama.
Dalam kesedihan mendalam itu, sang putra sulung, Pahrul, mengambil keputusan besar. Dia menggantikan sang ayah untuk mendampingi ibunda tercinta menunaikan ibadah haji.
Baca Juga: Pasutri Penjual Sembako Asal Sibolga Akhirnya Berangkat Haji Setelah Belasan Tahun Menabung
"Saya tahu ini berat, tapi saya merasa ini cara saya meneruskan niat mulia Bapak. Dan saya ingin Ibu tidak sendiri. Ini bukan cuma perjalanan haji, ini perjalanan hati," kata Pahrul dengan suara lirih.
Keputusan itu mengharuskannya melalui banyak proses, seperti pengalihan porsi haji, mengurus cuti kerja, dan tentu saja, mempersiapkan diri secara mental dan spiritual.
Keraguan sempat menyelimutinya, namun tekadnya semakin bulat setiap kali melihat ketegaran sang ibu.
"Awalnya saya ragu, karena saya merasa belum pantas. Tapi setiap kali melihat wajah Ibu, saya tahu ini yang harus saya lakukan," tambahnya.
Menjelang keberangkatan, suasana manasik haji dan perpisahan di rumah dipenuhi rasa haru. Tangis pun tak tertahan saat keluarga dan kerabat memberikan doa dan pelukan perpisahan.
Di tangan Bu Pitta, selembar kenangan tentang suaminya tergenggam erat. "Bapak berangkat, lewat Pahrul," ucapnya pelan namun penuh makna.
Perjalanan mereka ke Tanah Suci bukan sekadar ibadah, melainkan bentuk cinta yang kekal, pengabdian tulus seorang anak kepada orang tua, dan simbol jika niat baik tidak pernah mati, meski raganya telah tiada.
"Haji tahun ini bukan hanya menuntaskan rukun Islam. Ini juga tentang menyelesaikan niat dan mimpi Bapak," tutup Pahrul dengan mata berkaca-kaca.