Nusantaratv.com-Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memberikan respons cerdas terhadap sentilan 'Gubernur Konten' yang dilontarkan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud.
Jawaban cerdas itu disampaikan Dedi di penghujung paparannya terkait problematika di Jawa Barat sebagai imbas dari kebijakan Pemerintah Pusat.
"Dan terakhir tadi Pak Gubernur Kaltim mengatakan gubernur konten. Alhamdulillah dari konten yang saya miliki itu bisa menurunkan belanja rutin iklan. Biasanya iklan di Pemprov Jabar kerja sama medianya Rp50 miliar. Sekarang cukup Rp3 miliar. Tapi viral terus," tandas Dedi Mulyadi saat saat Raker dan RDP dengan Komisi II DPR RI dan Mendagri, seperti diberitakan Nusantara TV.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi juga mengkritisi sejumlah kebijakan Pemerintah Pusat yang berimplikasi terhadap kemampuan daerah untuk melaksanakan pembangunan.
"Kita tahu bahwa daerah-daerah hari ini mengalami penurunan dana alokasi. Bahkan ada beberapa daerah yang hampir tidak lagi memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pembangunannya karena dihabiskan untuk belanja pegawai. Ada pengangkatan P3K memiliki implikasi terhadap terkurasnya dana alokasi pembangunan dan DAU," tuturnya.
Menurut Dedi harus segera diselesaikan dalam kerangka kerja dalam rekrutmen kepegawaian P3K yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh daerah.
Mengenai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), ungkap Dedi, problem BUMD karena diisi oleh tim sukses sehingga profesionalismenya di kesampingan.
Dedi juga menyoroti kebijakan dana desa yang harus segera dievaluasi.
"Semestinya Komisi II mempelopori daerah-daerah desa yang sudah berubah karakternya menjadi kelurahan karena pertumbuhan industri. Harus segera dibuat kelurahan. Tidak desa lagi Karena pendekatan kewilayahan sudah tidak relevan lagi dengan jumlah penduduk yang tidak monokultur, yang sudah plural. Yang perlu dilakukan pendekatan birokratif bukan berdasarkan pendekatan politik. Ini yang harus dilakukan," ujarnya.
Di sisi lain, sambung Dedi, daerah harus menanggung beban akibat ketidakjelasan pembagian tanggungjawab dengan kementerian.
"Kementerian Agama itu kewenangannya banyak banget. Ngurus madrasah diniah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, masjid, pondok pesantren tapi duitnya enggak bawa. Pada akhirnya kalau gubernur tidak memenuhi, kalau bupati tidak memenuhi kebutuhannya maka nanti akan dibenturkan dengan isu agama. Tidak berpihak pada kepentingan umat.
Padahal di satu sisi dia masih memiliki kewajiban-kewajiban terhadap sekolah SD negerinya masih roboh, SMP negerinya masih roboh, SMA negerinya masih roboh. Problem seperti ini kalau dibawa ke wilayah politik DPR maka kita akan mendominasi kepentingan ini dibanding kepentingan internal kita yang menjadi kewajiban dasar kita," bebernya.
"Untuk itu nanti ke depan Kementerian Agama harus jelas. Kalau dia mengatakan bahwa masjid tanggung jawab Kementerian Agama, madrasah diniah tanggung jawab Kementerian Agama, madrasah tsanawiyah Kementerian Agama, madrasah aliyah negeri Kementerian Agama. Termasuk juga madrasah aliyah swasta, pesantren adalah di bawah Kementerian Agama. Uang di Kementerian Agama diperbanyak agar mereka bisa mandiri. Sehingga fiskal kabupaten, fiskal Kota, fiskal provinsi sangat berimplikasi kuat bagi kesejahteraan publiknya dan bagi apa yang menjadi kewajiban dasarnya," pungkasnya.