Nusantaratv.com - Wakil Ketua MPR RI Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, Lc, MA menerima kunjungan delegasi pengurus Forum Mahasiswa Kedinasan Indonesia (FMKI) yang dipimpin Ketua Umum FMKI Zafira Naja Sakina, di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Dalam dialog dengan para mahasiswa pengurus pusat FMKI tersebut, Pimpinan MPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendengarkan semua keluh kesah, uneg-uneg dan pertanyaan seputar permasalahan bangsa, salah satunya soal fenomena kekerasan yang masih saja terjadi di berbagai perguruan tinggi kedinasan Indonesia.
Mewakili pengurus, Kepala Bidang Sosial Politik FMKI Ihza Maulana Ruhiya dan Ketua Tim Khusus Anti Kekerasan FMKI Reynaldi Saragih menyampaikan beberapa hal terkait kekerasan di lingkup perguruan tinggi kedinasan di Indonesia, yang hingga kini masih terjadi. Dari pengamatan FMKI, kekerasan sudah terjadi dalam kurun waktu 2 tahun belakangan ini, yang terakhir kejadian di tahun 2023 yang dialami seorang taruna Poltekpel Surabaya, yang menyebabkan korban meninggal dunia.
“Itulah, yang saat ini menjadi salah satu concern kami dalam membenahi, menanggulangi dan memitigasi kekerasan yang terjadi. Berbagai upaya kami lakukan termasuk menggaungkan anti kekerasan di lingkup perguruan tinggi kedinasan secara massif. Dan, kami akan terus berkomitmen menggaungkannya terus,” ujar Ihza.
Diungkapkan Ihza, untuk meminimalisir bahkan menghilangkan aksi kekerasan tersebut di masa depan, FMKI mengusulkan perlunya dibuat regulasi yang tegas tentang kekerasan secara general, baik kekerasan fisik non fisik dan seksual di lingkup perguruan tinggi kedinasan.
“Untuk kekerasan seksual sudah ada regulaisnya, yang belum regulasi untuk kekerasan fisik dan non fisik,” tambahnya.
Merespon kegelisahan mahasiswa tersebut, HNW menyampaikan bahwa dalam negara demokrasi seperti di Indonesia, telah disepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum seperti yang diamanahkan UUD Pasal 1 ayat (3). Jadi, segala permasalahan memang harus ada regulasinya sehingga penyelesaiannya kemudian menghadirkan keadilan dan rujukan yang bisa dipakai oleh semuanya.
HNW juga mendukung dan menyetujui pendapat mahasiswa soal perlunya regulasi kekerasan yang diperluas, bukan saja hanya kekerasan seksual tapi kekerasan fisik dan non fisik.
“Saya setuju harus ada perluasan regulasinya untuk itu,” imbuhnya.
Satu hal yang harus diperhatikan betul oleh Kemendikbud sebagai pihak yang mengelola pendidikan nasional, sebelum regulasi dibentuk sebagai salah satu cara untuk mengatasi kekerasan di lembaga pendidikan, HNW mengungkapkan perlunya terlebih dahulu ditumbuh kembangkannya iklim sekolah maupun kampus yang menghadirkan suasana yang demokratis, guyub, rukun, bersaudara dan saling menghormati. Sehingga dengan demikian, tidak ada ruang untuk mengedepankan kekerasan sebagai sebuah solusi.
“Kalau hal ini terbangun, maka munculnya regulasi akan membantu menghadirkan suatu solusi yang mudah untuk dilaksanakan,” pungkasnya.
Kepada para mahasiswa perguruan tinggi kedinasan yang tergabung dalam FMKI tersebut, HNW juga menyampaikan apresiasinya atas kepedulian mereka menghadirkan solusi terhadap permasalahan yang ada di seputar mereka.
“Begitulah seharusnya sikap dan perilaku kalian sebagai generasi Z atau generasi milenilas, yang kerap diframing sebagai kelompok yang anti sosial, tidak mau repot hanya mau di zona nyamannya saja, maunya instan. Apa yang kalian lakukan itu, adalah bukti nyata bahwa framing negatif itu tidak benar,” ujar Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini.
Ditambahkan HNW, upaya untuk menghilangkan kekerasan di lingkup perguruan tinggi kedinasan itu akan menciptakan framing positif bahwa FMKI sebagai generasi milenials adalah kelompok yang sangat menerima perbedaan. Artinya, secara prinsip kelompok yang bisa berlaku bijak, berlaku sabar, toleran dan menerima perbedaan.
Dalam kesempatan itu, anggota Komisi VIII DPR RI FPKS ini juga mengupas tentang FMKI sebagai organisasi kemahasiswaan.
“Keaktifan di organisasi kemahasiswaan sangat dipentingkan. Organisasi adalah salah satu pintu besar untuk mengokohkan jati diri mahasiswa yang peduli dan bervisi besar, untuk kemudian menghadirkan solusi terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan masing-masing,” tegasnya.
Ditegaskan HNW, jika hal itu terus dijaga dan dikembangkan, maka akan menjadi satu kemampuan untuk mengatasi masalah di lingkungan yang lebih besar lagi.
“Karenanya, pertemuan kita kali ini, adalah salah satu langkah menuju kepada skala yang lebih luas yaitu membawa soal regulasi kekerasan yang cakupannya lebih luas lagi secara nasional melalui lembaga formal yakni parlemen, untuk membuat regulasi. Jadi, orientasinya bagaimana menyelesaikan masalah bukan dengan masalah,” tandasnya.