Nusantaratv.com - Wakil Ketua MPR Prof. Dr. Sjarifuddin Hasan, MM, MBA mengungkapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah saatnya diatur dengan satu undang-undang tersendiri, yaitu undang-undang tentang MPR. Dengan undang-undang ini maka kewenangan, tugas pokok dan fungsi MPR sebagai sebuah lembaga negara dan lembaga politik yang merepresentasikan seluruh rakyat Indonesia memiliki payung hukum yang kuat.
"Saya pikir MPR memang perlu memiliki undang-undang tersendiri atau UU khusus tentang MPR. Karena itu kita sedang mengupayakan penyusunan rancangan undang-undang tentang MPR," kata Sjarifuddin Hasan di sela-sela kegiatan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/2/2023).
Sebelumnya Rapat Pimpinan MPR pada Jumat (20/1/2023) telah memutuskan untuk dimulainya proses penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang MPR. Dengan demikian, keberadaan lebih lanjut mengenai tugas pokok dan fungsi MPR RI bisa diatur dengan undang-undang tersendiri.
Syarief Hasan, sapaan Sjarifuddin Hasan, menjelaskan dengan Rancangan UU tentang MPR ini maka MPR akan diatur dengan UU tersendiri dan tidak lagi masuk atau diatur dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) seperti saat ini. Sebab, UU MD3 belum mengatur banyak hal tentang MPR seperti alat-alat kelengkapan di MPR.
"Misalnya, kita ingin membentuk badan kehormatan MPR, atau lainnya memerlukan payung hukum. UU tentang MPR ini nanti bisa menjadi payung hukum. Karena itu, saya pikir RUU tentang MPR ini gagasan yang bagus," kata Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Syarief Hasan mengakui bahwa kewenangan, tugas dan fungsi MPR memang telah diatur dalam UU MD3 (UU No. 17 tahun 2014, yang telah beberapa kali direvisi, terakhir UU No. 13 tahun 2019 tentang perubahan ketiga atas UU No. 17 tahum 2014). Namun, hanya beberapa pasal saja yang mengatur tentang MPR. Sebaliknya, UU MD3 mengatur secara lengkap tentang DPR dan DPD. Selama ini, UU MD3 tidak mengatur lebih rinci dan eksplisit tentang alat-alat kelengkapan MPR.
"Dengan adanya RUU tentang MPR ini maka MPR diatur secara khusus dalam UU, sehingga menjadi UU lex specialis. UU tentang MPR ini akan mengatur kewenangan, tugas, dan fungsi MPR serta alat-alat kelengkapan MPR, Badan Kehormatan MPR, dan lainnya. Jadi memang UU ini nanti banyak mengatur tentang MPR yang selama ini belum masuk dalam UU MD3," jelasnya.
Dalam proses penyusunan RUU tentang MPR, lanjut Syarief Hasan, tetap mengacu pada UU MD3. Tetapi, RUU tentang MPR nanti akan mengatur dan mempertegas apa yang belum diatur dalam UU MD3.
"Kita ingin satu UU sebagai payung hukum yang khusus mengatur tentang MPR tetapi tidak keluar dari apa yang sudah diatur dalam UU MD3," ujar anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Menurut Syarief Hasan, dalam proses pembuatan UU dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pertama, diusulkan oleh DPR sebagai hak inisiatif dan, kedua, diusulkan oleh pemerintah. Dalam proses ini, MPR sedang memulai dengan melakukan kajian-kajian untuk penyusunan naskah akademik untuk penyusunan RUU tentang MPR.
"Jadi kita yang memasukkan usulan RUU tentang MPR," sebutnya.
Proses penyusunan RUU tentang MPR sampai diusulkan ke DPR, hingga dimasukan dalam Program Legislasi Nasional, masih membutuhkan waktu yang cukup lama. Syarief Hasan berharap proses penyusunan RUU tentang MPR hingga dibahas di DPR bisa berjalan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
"Karena (RUU tentang MPR) ini menyangkut kepentingan bersama, saya berharap tidak membutuhkan waktu lama. Sehingga sudah bisa berlaku pada MPR periode mendatang," pungkasnya.