Nusantaratv.com – Memperingati tragedi berdarah Gerakan Satu Oktober (Gestok) 1965, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengajak semua elemen bangsa untuk mengubur dendam masa lalu dan menggantinya dengan cita-cita besar membangun bangsa. Dia menegaskan, Gerakan Satu Oktober (Gestok 1965) hanya mempertontonkan kekejaman antarsesama anak bangsa yang tak boleh terulang.
"Setelah lebih dari 50 tahun tragedi berdarah yang menimbulkan trauma generasi bangsa itu berlalu, setiap 1 Oktober tiba mestinya kita menjadikan tanggal itu momentum introspeksi dan penguatan cita-cita bangsa, bukan momentum untuk membesar-besarkan dendam lama," kata Ahmad Basarah di Jakarta, Sabtu (1/10/22).
Pernyataan Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu disampaikan berkaitan dengan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2022.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, sejumlah tokoh bangsa dari kalangan jenderal TNI-AD dibunuh dan dikubur di Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur.
Pasca pembunuhan jenderal itu, terjadilah perang saudara yang menewaskan ratusan ribu anak bangsa Indonesia, baik mereka yang anti-PKI maupun mereka yang dituduh antek-antek PKI. Ahmad Basarah mengutip laporan harian Inggris "The Guardian", yang pada Februari 2022 lalu mengungkapkan dokumen rahasia Inggris yang mencatat setidaknya 500.000 orang yang diduga pro PKI dibunuh antara 1965–1966, sedang sumber lain memperkirakan 3.000.000 korban tewas.
"Generasi sekarang tentu harus prihatin membaca banyak laporan media massa Barat tentang tragedi yang dulu menjadi misteri kini bisa diakses dengan mudah setelah berusia 30 tahun lebih. Apa yang bisa disimpulkan dari semua berita itu? Negara-negara Barat ternyata terlibat aktif dalam tragedi berdarah penggulingan Presiden Soekarno pada waktu itu, para senior bangsa kita dulu ternyata telah diadu domba oleh kekuatan asing," tegas Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
Untuk itu, Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini mengajak semua elemen bangsa untuk tidak mudah terprovokasi oleh berbagai kekuatan dan kepentingan asing yang ingin mengulangi praktek devide et impera zaman kolonial Belanda dahulu.
Ahmad Basarah menambahkan, "Cukup sudah peristiwa berdarah yang memakan korban jiwa rakyat Indonesia sendiri di era transisi Pemerintahan Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto dan era Presiden Soeharto ke era Reformasi. Sebagai bangsa yang besar kita patut bersyukur pergantian pemerintahan di era reformasi ini berlangsung relatif damai. Perkembangan peradaban politik bangsa kita tersebut harus kita syukuri dan pelihara dengan baik," ujar Wakil Ketua Lakpesdam PBNU itu.
Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia ini sekali lagi mengajak semua pihak mempererat persaudaraan bangsa demi Indonesia yang lebih maju di masa depan dan demi anak cucu bangsa.
"Jangan lagi ada caci maki dan provokasi di antara elite bangsa yang dapat menyulut perpecahan di tengah masyarakat kita. Pancasila sebagai ideologi bangsa haruslah kita jadikan ideologi yang bekerja di tengah bangsanya untuk memelihara dan memperkokoh persatuan nasional," kata Ahmad Basarah.
Ahmad Basarah berharap, momentum pemilu presiden 2024 dan pergantian pemerintahan Joko Widodo dengan pemerintahan hasil Pemilu 2024 juga akan berlangsung dan berakhir damai dan pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat terus berlangsung dan berkesinambungan.
"Para elite bangsa dan kita semua hendaknya belajar dari pengalaman kelam para pendahulu bangsa kita yang telah terjebak dalam pusaran perang saudara yang memilukan hanya gara-gara perebutan kekuasaan para aktor politik. Keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia adalah di atas segalanya yang harus kita jaga selamanya," tutup Ahmad Basarah.