Nusantaratv.com - Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR RI, Taufik Basari, menilai salah satu putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam gugatan perdata Partai Prima, yaitu menghentikan proses tahapan pemilu dan memulai sejak awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari, tidak masuk akal. Jalan keluarnya adalah KPU mengajukan banding. Memori banding KPU harus kuat dan jangan sampai memori banding KPU lemah sehingga PT memperkuat putusan PN Jakpus.
"Apa yang harus dilakukan adalah KPU mengajukan banding. Satu-satunya jalan adalah banding. Memori banding KPU harus kuat. KPU jangan masuk angin. Jangan sampai memori banding KPU lemah, yang akhirnya PT memperkuat putusan PN Jakpus. Jangan sampai seperti itu," katanya dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema “Memaknai Konstitusi Dalam Sistem Peradilan Pemilu” di Media Center MPR/DPR/DPD, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Diskusi kerjasa sama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR RI ini menghadirkan narasumber Habiburokhman (Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR RI), Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Partai Prima, dan Refly Harun (Pakar Hukum Tata Negara).
Menurut Taufik, selama ini sudah muncul wacana untuk menunda Pemilu melalui berbagai saluran. Ada yang masuk melalui isu amandemen, isu soal ekonomi, soal stabilitas.
"Artinya isu penundaan pemilu bukan barang baru, tapi sudah ada dan sudah diupayakan dengan berbagai cara. Isu ini semakin kuat dengan adanya putusan PN Jakpus," katanya.
Pokok persoalannya adalah amar putusan (petitum kelima) PN Jakpus yang menyatakan menghentikan proses tahapan pemilu dan memulai sejak awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.
"Ini yang menjadi masalah. Kalau putusannya memulihkan Partai Prima itu tidak jadi soal. Tapi ini putusannya sudah melebar keluar dari konteks perdata yang berakibat pada penundaan pemilu," ujarnya.
Menurut Taufik Basari, putusan majelis hakim PN Jakpus itu menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, putusan tersebut tidak masuk akal.
"Kok sampai segitunya majelis hakim mengabulkan petitum yang meminta agar proses tahapan pemilu ini dihentikan. Ini tidak masuk akal. Apalagi memerintahkan proses sejak awal, dari mulai perencanaan hingga pelantikan," imbuhnya.
Solusinya, lanjut Taufik Basari KPU harus mengajukan banding. Memori banding KPU harus kuat sehingga PT bisa membatalkan putusan PN Jakpus. Solusi lainnya adalah KPU meluluskan Partai Prima sebagai peserta Pemilu 2024, dan gugatan di PN Jakpus dicabut.
Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR RI, Habiburokhman juga sepakat bahwa keputusan hukum harus dilawan secara hukum. Dia merasa sedih melihat respon berbagai pihak terhadap putusan PN Jakarta Pusat. Banyak yang menilai putusan PN Jakpus janggal, ada yang bermain di balik putusan itu, dan lainnya.
"Sikap yang benar adalah berbagai pendapat itu disampaikan ke KPU dan kuasa hukum KPU untuk bahan memori banding. Sehingga memori banding menjadi berkualitas," katanya.
Sikap Partai Gerindra, lanjut Habiburokhman, tetap pada komitmen Pemilu 2024.
"Kita mendukung KPU untuk mengajukan banding," ujarnya.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai petitum kelima sudah diluar kewenangan PN Jakpus.
"Saya mengatakan terus terang saja ini keputusan gila, terutama amar kelima yang memerintahkan diulang dari awal selama 2 tahun 4 bulan 7 hari. Itu keputusan gila," katanya.
Sedangkan kepada hakim yang memutus perkara itu, Refly menyebut ada dua kemungkinan.
"Pertama, hakimnya bodoh banget. Kedua, ada intervensi dari pihak lain atau kongkalikong," ujarnya.
Tapi Refly menilai tidak mungkin kalau hakimnya bodoh. Sebab, hakim senior dengan pangkat IVC dan IV D.
"Rasanya tidak mungkin. Maka yang menganggap ada yang kedua. Tetapi sekali lagi ini analisis. Wah ini hakimnya bodoh banget, tapi tidak mungkin. Pasti ada yang kedua (intervensi)," tuturnya.
"Kalau hakimnya memutus secara professional, jujur, dan independen, maka dia akan sampai pada kesimpulan, dia tidak berwenang. Anak yang baru belajar hukum pemilu juga paham bahwa pengadilan negeri tidak berwenang menyidangkan sengketa hasil pemilu," katanya.
Dalam diskusi ini Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono mengklarifikasi bahwa gugatan Partai Prima adalah untuk bisa mengikuti Pemilu 2024, bukan untuk menunda Pemilu. Permohonan gugatan ke Pengadilan Negeri juga bukan permohonan sengketa pemilu.
"Ini yang sering disalahpahami, sehingga publik sangat reaktif. Kami mengajukan permohonan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU karena KPU bertindak tidak professional dalam verifikasi administrasi terhadap partai politik," jelasnya.
Untuk mencari keadilan itu, Agus Jabo mengaku sudah melalui lembaga yang diatur undang-undang dalam menangani sengketa pemilu, yaitu ke Bawaslu, PTUN, namun segala upaya itu tidak berhasil.
"Jadi ini bukan proses yang tiba-tiba, tapi proses yang panjang untuk mendapatkan keadilan politik dan sudah melalui mekanisme yang diatur undang-undang. Kami ingin menegaskan bahwa agenda kami hanya ingin berpartisipasi dalam Pemilu 2024, bukan untuk menunda pemilu," katanya.