Nusantaratv.com - Anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Muhammad Fauzy, SE, mengatakan untuk keberlanjutan dan keberlangsungan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara maka perlu diikat dengan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). PPHN ini bisa menjawab keraguan masyarakat maupun investor terhadap regulasi yang memberikan jaminan kepastian keberlanjutan proyek atau program pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
"Segala kemungkinan dalam politik bisa saja terjadi. Kalau bicara apakah pembangunan IKN bisa atau tidak bisa dilanjutkan? Dalam politik tidak ada sesuatu yang tidak bisa. Semua kemungkinan bisa terjadi. Karena itu perlu dicari kunci penutupnya sehingga kebijakan (pembangunan IKN) itu tidak bisa lagi diutak-atik, Salah satunya, melalui PPHN," katanya dalam diskusi Empat Pilar dengan tema “Keberlangsungan Pembangunan IKN Tanpa Haluan Negara” di Media Center MPR/DPR, Komplek Parlemen Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Turut menjadi narasumber dalam diskusi kerjasama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Hubungan Masyarakat Dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal MPR RI adalah Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara Dr. Achmad Jaka Santos Adiwijaya S.H., LLM, Jubir PKB Mikhael Benjamin Sinaga, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKo) Universitas Andalas Feri Amsari, SH, MH, LLM.
Fauzi mengakui kadang-kadang muncul ego pada suatu rezim. Rezim pemerintahan berikutnya karena bukan berasal dari rezim yang lama, dengan egonya bisa menjalankan kebijakan yang berbeda dengan rezim sebelumnya.
"Dalam hal IKN, ego rezim itu harus ditekan. Karena program pembangunan IKN bukanlah atas nama atau kehendak pribadi seorang presiden, tetapi merupakan produk pemerintahan. Karena itu, program pembangunan IKN harus ditindaklanjuti, siapapun rezim pemerintahan berikutnya," ujarnya.
Meski demikian, Fauzi berpandangan segala kemungkinan dalam politik bisa saja terjadi.
"Kalau bicara apakah bisa atau tidak bisa, dalam politik tidak ada sesuatu yang tidak bisa. Semua kemungkinan bisa terjadi. Saya katakan politisi pandai sekali mengutak-atik. Karena itu perlu dicari kunci penutupnya sehigga kebijakan itu tidak bisa lagi diutak-atik. Salah satunya, melalui PPHN," tegasnya.
MPR saat ini masih memproses penyusunan PPHN. Yang masih menjadi persoalan adalah payung hukum PPHN, apakah dimasukan dalam UUD atau dalam bentuk Ketetapan MPR, artinya melalui amandemen UUD, atau melalui jalan non-amandemen, yaitu melalui UU atau konvensi ketatanegaraan.
"PPHN ini harus dibuat ketika negara dalam suasana sejuk. Bila dilakukan menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, maka penyusunan PPHN akan dilihat dari sudut pandang politik. Mudah-mudaan setelah 2024 kita bisa melanjutkan pembahasan PPHN," ujarnya.
Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adiwijaya, juga mengakui pihaknya sering mendapatkan pertanyaan dari masyarakat maupun investor, yaitu bagaimana keberlanjutan pembangunan IKN setelah Pemilu 2024.
"Karena itu, perkembangan dan dinamika politik satu dan dua tahun ke depan mendapat perhatian. Tapi kalau kita sudah memahami bahwa pembangunan IKN ini adalah amanat undang-undang, yaitu UU No. 3 Tahun 2022. Maka siapapun presidennya harus menjalankan undang-undang itu. Kecuali jika tidak mau melanjutkan pembangunan IKN maka UU itu harus diubah bila tidak direvisi maka bisa dikatakan melanggar UU," jelasnya.
Menurut Achmad Jaka, untuk membangun sebuah negara memang perlu haluan. Landasan utamanya adalah UUD NRI Tahun 1945.
"Inilah kesempatan kita membangun ibu kota negara dengan konsep yang utuh sebagai sebuah ibukota negara. Untuk mewujudkannya perlu proses yang panjang, dan dimasukkan dalam haluan negara untuk membuktikan kita bisa membangun secara berkesinambungan. Kita perlu menunjukkan bahwa Indonesia sebagai sebuah bangsa besar memiliki ibu kota negara yang kita banggakan," katanya.
Sementara itu, Feri Amsari berpendapat dengan mengacu pada UU maka keberlanjutan proyek pembangunan IKN tidak perlu dikhawatirkan. Bahkan, tanpa PPHN pun, proyek pembangunan IKN tetap berlanjut.
"UU No. 25 Tahun 2004 jauh lebih presisi untuk menjamin keberlanjutkan pembangunan dari satu pemerintah ke pemerintah berikutnya. PPHN sebenarnya gagasan yang secara teknis telah diterjemahkan lebih detail dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional," paparnya.
Feri Amsari menambahkan kekhawatiran yang ada bukan akan menghentikan proyek mercusuar dan multiyear IKN melainkan ada yang “merecoki” persoalan teknis dengan mengungkit kasus-kasus korupsi dalam proyek atau program pembangunan IKN.
"Seringkali nanti korupsi menjadi alat untuk menilai sebuah proyek atau program pembangunan itu benar atau tidak benar. Padahal keberlanjutan proyek atau program pembangunan itu harus pasti, karena sesuai dengan ketentuan undang-undang," katanya.