Nusantaratv.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan, salah satu kunci keberhasilan Korea Selatan melesat menjadi negara maju, adalah kemampuannya membangun visi pembangunan, sehingga mampu memanfaatkan momentum bonus demografi secara optimal. Menyongsong fase bonus demografi, sumber daya manusia telah disiapkan, sehingga pada saatnya tiba, Korea Selatan berhasil memanfaatkan fase puncak bonus demografi dengan mengoptimalkan peran sumber daya manusianya. Salah satunya dengan memberdayakan industri rumah tangga domestik untuk menopang kemajuan perekonomian nasional.
"Sejarah membuktikan, kemampuan membangun visi dan perencanaan yang matang menjadi kunci sukses kemajuan suatu negara. Visi yang besar adalah visi yang mempunyai jangkauan jauh ke depan, visi besar kenegaraan, dan bukan visi yang dibatasi oleh periodisasi pemerintahan. Sebagai contoh, Tiongkok tidak mungkin membangun Great Wall of China sepanjang 21 kilometer tanpa perencanaan jangka panjang yang matang. Butuh 1.800 tahun untuk mendirikan Great Wall, dan telah melampaui begitu banyak dinasti pemerintahan. Di era modern, Tiongkok tengah membangun visi besar untuk membangun Blue Economy Valley sebagai sentral ekonomi kelautan di masa depan," ujar Bamsoet usai menerima Panitia Kongres Nasional XVIII Pemuda Katolik 2021, di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Panitia Kongres Nasional XVIII Pemuda Katolik 2021 yang hadir antara lain, Sekjen PP Pemuda Katolik Christhoper Nugroho, Wasekjen PP Pemuda Katolik Bondan Wicaksono, Ketua Lembaga Kebijakan Publik PP Pemuda Katolik Frederikus Lusti Tulis, SC Kongres PP Pemuda Katolik Edwar Wirawan, dan Ketua Hubungan Alumni PP Pemuda Katolik Alfonsus Beo Say.
Ketua DPR RI-20 ini menjelaskan, Singapura, yang saat ini tumbuh menjadi negara maju di Asia Tenggara, juga memiliki visi pembangunan jangka panjang yang dikenal sebagai 'the Concept Plan' yang telah dirumuskan sejak tahun 1971. Berisi perencanaan pembangunan yang menjadi pondasi, pedoman dan panduan dalam membangun struktur kota melalui pengelolaan lahan dan transportasi strategis. Artinya, butuh waktu antara 40 hingga 50 tahun bagi Singapura untuk mewujudkan visi besar kenegaraannya, hingga menjadikan Singapura seperti sekarang.
"Sebelum merdeka pada 1965, luas wilayah daratan Singapura sekitar 581 kilometer persegi, jauh lebih kecil dibanding Jakarta yang memiliki luas daratan sekitar 661 kilometer persegi. Karena perencanaan yang matang, pada tahun 2015, luas daratannya bertambah menjadi 719 kilometer persegi. Di tahun 2017, sudah mencapai 849 kilometer persegi. Luas wilayahnya masih akan terus bertambah hingga tahun 2030, setidaknya sekitar 100 kilometer persegi lagi," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, sebagai bangsa yang besar, memiliki garis pantai sekitar 81.000 kilometer, dan tersebarnya pulau-pulau ke dalam tiga zona waktu, selain menjadi kekuatan juga bisa menjadi titik lemah pertahanan jika tidak dikelola dengan baik. Karena itu, diperlukan perencanaan yang terukur, berkesinambungan, dan dapat mengikat komitmen setiap pemangku pemerintahan. Perencanaan pembangunan inilah yang dibutuhkan sebagai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"PPHN perlu dirumuskan untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional, mewujudkan keselarasan dan sinergi pembangunan pusat dan daerah. Selain, menghindarkan potensi pemborosan atau inefisiensi pengelolaan anggaran negara yang disebabkan adanya perbedaan orientasi dan prioritas pembangunan," pungkas Bamsoet.