MPR: Dialog Konstruktif Harus Diutamakan Saat Hadapi Masalah Bangsa

Nusantaratv.com - 25 Maret 2021

Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR
Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR

Penulis: Mochammad Rizki

Jakarta, Nusantaratv.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Lestari Moerdijat mengimbau agar dialog konstruktif selalu ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan setiap anak bangsa terutama ketika menghadapi dinamika bernegara.

"Berbagai dinamika yang berkembang saat ini terkait wacana amandemen terbatas UUD 1945 harus dikaji lewat dialog yang konstruktif," katanya saat membuka diskusi daring bertema Membedah Wacana Atas Amendemen Terbatas UUD 1945 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/3/2021).

Diskusi yang dimoderatori Lutfy A Mutty, Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah itu, dihadiri Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR RI sekaligus anggota DPR RI Periode 2019-2024 Taufik Basari, pengamat politik, Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia (UI) Valina Singka, dan pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan Atang Irawan sebagai narasumber. Termasuk Department of Politics and International Relations, (CSIS) Arya Fernandez sebagai penanggap. 

Dialog yang dilakukan, menurut Lestari, tidak dimaksudkan untuk mendukung pendapat satu dan lainnya, namun semata untuk tata kelola yang mampu mewujudkan jalan terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Apalagi, kata Rerie, sapaan akrab Lestari, belajar dari realitas kebangsaan bahwa bangsa ini dibangun dari berbagi pikiran konstruktif lewat berbagai dialog. Karena itu, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem, komitmen kebangsaan yang telah dibangun oleh founding fathers dan komitmen kebangsaan yang dibangun di atas semangat Reformasi harus tetap konsisten menjaga eksistensi NKRI.

Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR RI, Taufik Basari berpendapat, momentum amendemen harus didasari semangat menata kembali acuan bernegara. Taufik menyebut, ada beberapa wacana permasalahan sistem ketatanegaraan. Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) misalnya, akan menimbulkan konsekuensi pada sistem presindesial. Jadi, sebelum mengamandemen UUD 1945 harus melalui kajian yang mendalam. Demikian pula dengan usulan PPHN yang harus dikaji ulang, dipertimbangkan kembali secara mendalam.

Sedangkan Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Valina Singka menganjurkan sebelum memutuskan amendemen konstitusi, perlu dilakukan evaluasi apakah problem yang dihadapi bangsa ini disebabkan oleh konstitusi atau karena pelaksanaan regulasi. Bisa jadi, jelas Valina, undang-undang yang ada saat ini yang belum bisa menjawab persoalan yang terjadi di masyarakat atau undang-undang yang ada belum dijalankan dengan baik oleh para pemangku kepentingan. Semangat amendemen, menurut Valina, tidak bisa dipisahkan dari gerakan Reformasi. Saat gerakan Reformasi muncul, jelas Valina, semangat amendemen itu bertujuan membatasi kekuasaan presiden dan memperkuat kewenangan legislatif, serta mempertegas sistem presidensial.

Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari menilai saat ini ruang amendemen itu terbuka untuk merespons persoalan yang dihadapi bangsa. Menurut Qodari, masalah yang dihadapi bangsa saat ini adalah ancaman polarisasi kekuatan bangsa. "Kita sekarang ini sedang menuju pada perpecahan sebagai dampak polarisasi yang dikhawatirkan bisa berujung pada munculnya korban jiwa," ujar Qodari.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, Atang Irawan berpendapat, penyelesaian masalah bangsa tidak melulu lewat amendemen konstitusi. Karena amandemen konstitusi akan berimplikasi pada perubahan sejumlah aturan lainnya. Demikian juga, ujar Atang, dengan usulan memunculkan kembali GBHN dalam bentuk PPHN untuk memperbaiki manajemen pembangunan nasional.

Atang menegaskan, bila ingin mengusir semut jangan membakar rumahnya. Bukankah ada UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang ditujukan sebagai acuan melaksanakan pembangunan. Untuk memperkuat manajemen pelaksanaan pembangunan nasional saat ini, menurut Atang, cukup memperkuat sejumlah aturan pada undang-undang tersebut.

0

(['model' => $post])

x|close