Mendesaknya Kebutuhan Kerja Sama Pusat dan Daerah Berbasis Data

Nusantaratv.com - 26 Agustus 2022

Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad. Foto: Dok MPR
Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad. Foto: Dok MPR

Penulis: Ramses Manurung

Oleh: Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR RI

Nusantaratv.com - DORONGAN Presiden Joko Widodo agar jajaran pemerintah pusat dan daerah mengintensifkan kerja sama untuk mengatasi inflasi tinggi harus segera direalisasikan. Sinergi ini sebenarnya sudah ada kerangkanya, yakni Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). TPIN terdiri dari Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi, dan TPID Kabupaten/Kota. TPIP beranggotakan sejumlah menteri, Gubernur Bank Indonesia, hingga Kapolri, sedangkan TPID beranggotakan gubernur, bupati, dan wali kota beserta jajaran terkait.

Harapan Presiden agar sinergi TPIN ditingkatkan yang disampaikannya di depan 500-an perwakilan pemerintah daerah dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 pada 18 Agustus 2022 lalu, tentunya karena tantangan yang dihadapi saat ini begitu urgen atau tidak normal yang membutuhkan upaya mengatasinya dengan segera. Hal lainnya, karena koordinasi di tim tersebut selama ini dianggap kurang terjalin dengan baik. Indikasi ini terlihat dari desakan Presiden agar jajaran pemerintah pusat dan daerah bekerja memperkuat kerja sama dalam hubungan TPIP-TPID dengan melihat persoalan secara makro, mikro, dan detail dengan berbasis data.

Penyebab Ketidaknormalan

Tantangan besarnya adalah dampak dari perang Rusia-Ukraina yang telah mendorong inflasi tinggi di sejumlah negara akibat terganggunya rantai pasok global. Beberapa negara anggota G-20 mengalami inflasi (secara tahunan, yoy) lebih dari dua digit pada Juli 2022, yakni Turki (79,6%), Argentina (71%), Rusia (15,1%), UK (10,1%), dan Brazil (10,07%). Indonesia ikut terpengaruh kondisi tersebut sehingga dalam dua bulan terakhir, inflasi tahunan lebih dari patokan tertinggi 4%, yakni 4,35% pada bulan Juni dan 4,94% pada bulan Juli.

Negara-negara Asean lain juga mengalami inflasi tinggi, lebih dari 5%. Singapura inflasi Juli 2022 mencapai 6,7%, Thailand (7,61%), Filipina (6,4%), Kamboja (7,8%), Myanmar (17,78%), dan Laos (23,6%). Sementara Vietnam, Malaysia, dan Brunei berada di kisaran 3-4%.

Inflasi Tahunan (YoY) Bulan Juli 2022 di Negara-Negara G-20

Negara dan Inflasi (%)    Negara dan Inflasi (%)    Negara dan Inflasi (%)    Negara dan Inflasi (%)

Afrika Selatan       8,5        Australia   6,1                  Italia               7,9         Meksiko  8,15
Amerika Serikat    2,7        Brazil      10,07               Jepang           2,6          Prancis   6,1

Arab Saudi           2,7        China        2,7                 Jerman           7,5          Rusia    15,1
Area Eropa (UE)  8,9        India         6,7                  Kanada          7,6          Turki      79,6
Argentina           71,0        Indonesia 4,94                Korea Selatan 6,3          UK        10,1

Sumber: Tradingeconomics.com

Tingginya inflasi di sejumlah negara bahkan menyeret ke ancaman kebangkrutan suatu negara. Pada pidato kenegaraan 16 Agustus 2022, Presiden Jokowi menyebutkan, ada 107 negara terdampak krisis dan beberapa di antaranya diperkirakan akan jatuh bangkrut. Sebanyak 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan dan kelaparan. Ini menunjukkan dampak bergejolaknya ekonomi global harus sangat diwaspadai.

Tantangan lainnya bagi Indonesia adalah kondisi musim dan bencana alam seperti banjir yang masih terjadi di sejumlah daerah. Dampak langsung dari kondisi tersebut adalah tingginya inflasi untuk kelompok volatile foods seperti beras, minyak goreng, telur ayam ras, dan lain-lain. Menurut catatan Bank Indonesia (BI), inflasi kelompok volatile foods pada bulan Juli 2022 sebenarnya menunjukkan penurunan menjadi 1,41% (mtm) dari inflasi pada bulan Juni yang sebesar 2,51% (mtm). Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh komoditas minyak goreng, telur ayam ras, bawang putih, dan sayur-sayuran. Akan tetapi tren penurunan tersebut tertahan oleh naiknya inflasi untuk komoditas pangan aneka cabai, bawang merah, dan ikan segar akibat gangguan pasokan karena curah hujan yang tinggi di sejumlah sentra. Hal tersebut membuat inflasi kelompok volatile foods mengalami kenaikan menjadi 11,47% (yoy) pada bulan Juli 2022 dibanding bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,07% (yoy).

Indonesia sebenarnya cukup beruntung karena memiliki kekayaan alam pangan yang melimpah. Seharusnya potensi ini tidak menimbulkan ancaman kelaparan. Selain itu, luasnya wilayah yang dimiliki juga membuat sentra produksi pangan di sejumlah wilayah mengalami musim yang berbeda yang mendatangkan unsur keberuntungan. Ketika curah hujan tinggi di satu daerah yang dalam keadaan tertentu bisa menimbulkan banjir yang mengganggu produksi pangan, di daerah lain bisa normal dan membuat produksi pangan melimpah. Daerah-daerah ini bisa saling membantu membangun rantai pasok produk pangan sesuai kebutuhan. Masalahnya adalah transportasi, apalagi transportasi dilakukan antarpulau dalam jarak yang cukup jauh.

Biaya transportasi yang terlampau tinggi akan membuat harga produk pangan di daerah tujuan akan tetap tinggi pada saat permintaannya melonjak. Tanpa campur tangan kebijakan pemerintah kondisi tersebut tetap membuat inflasi di daerah bersangkutan akan tinggi. Pemberian subsidi biaya transportasi dari anggaran tak terduga, seperti yang dikemukakan Presiden, akan menjadi solusi mengatasi tingginya biaya transportasi tersebut. Ini harus segera direalisasikan oleh para menteri terkait.

Persoalan Data

Hal lain yang mendapat perhatian Presiden adalah mengenai data. Data di era sekarang merupakan bentuk kekayaan lain hingga Presiden pernah mengatakan bahwa data lebih berharga dari minyak. Dengan data kita bisa mengetahui permasalahan di daerah dengan lebih baik hingga bisa mencari dan menemukan solusinya. Kerja sama antardaerah bisa diperkuat dengan berbasis data. 

Hanya saja masalah data masih menjadi persoalan. Membangun kultur pemerintahan daerah yang mampu mengelola kinerjanya dengan berbasis data tampaknya masih perlu dorongan. Dalam kaitan kondisi saat ini, Presiden mengharapkan pemaparan permasalahan yang dihadapi setiap daerah dilakukan secara detail berbasis data sehingga bisa diketahui dengan baik faktor penyebab permasalahan yang timbul. Dengan keterbukaan data dan kerja sama yang makin terjalin, permasalahan ini akan cepat teratasi. Dampaknya tentu masalah ekonomi nasional akan terkendali juga.

Dengan ketersediaan data yang detail dan mudah diakses oleh para pemangku kepentingan, akan memudahkan dan mempercepat mengatasi masalah yang timbul. Ketersediaan data juga akan mempengaruhi operasional rantai pasok nasional untuk beragam produk. Karena itu program Satu Data Indonesia sangat penting. Satu Data Indonesia seharusnya menjadi titik temu kolaborasi data antara pemerintah daerah, lembaga-lembaga pemerintah, dan pemerintah pusat dalam mengelola data. 

Dengan data yang tersedia pemerintah bisa merencanakan program kerja yang lebih baik. Dalam kondisi yang tidak normal seperti saat ini, proses pengambilan keputusan bisa terhambat oleh ketersediaan data yang tidak memadai. Kekurangan pangan di satu wilayah, misalnya, harus didetailkan datanya agar solusi yang diharapkan benar-benar bisa dicapai dengan cepat dan tepat sasaran. Demikian juga kelebihan produk pangan di daerah yang mengalami panen raya, harus dibekali data yang detail. Termasuk data pendukungnya, seperti moda transportasi, biaya-biaya terkait, pajak, dan lain sebagainya. 

Dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) masalah pengumpulan data dan pengolahannya sebenarnya bisa lebih mudah dan lebih cepat dilakukan. Sudah sejak lama kita sering berdebat dengan data. Masalah produksi beras saja sering menjadi perdebatan panas karena masalah data yang tidak klop di antara sejumlah pihak. Karena itu upaya memperbaiki pengelolaan data ini patut didukung dengan menguatkan kolaborasi, koordinasi, dan menghilangkan silo-silo antar-kementerian, antar-lembaga, dan lain-lain. Fokusnya adalah demi kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Saya sendiri setuju dengan imbauan dan upaya Presiden dan mendukung sepenuhnya kebijakan yang diambil dalam kaitan mengatasi inflasi yang sangat tinggi saat ini. Bahwa kondisi saat ini bukan kondisi yang harus dijalankan melalui pola kerja rutinitas biasa, namun harus dihadapi dengan sikap urgen dengan melihat persoalan secara makro, mikro, detail, dan berbasis data dengan meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Saya optimis, Indonesia bisa mengatasi ancaman yang sedang berada di depan mata, kuncinya, koordinasi, kolaborasi, dan berbasis data.

0

(['model' => $post])

x|close