Nusantaratv.com - Wakil Ketua MPR H. Yandri Susanto bersama dengan Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi dan para Wakil Ketua Komisi VIII, yakni Diah Pitaloka, TB H Hasan Ace Syadzily, dan Marwan Dasopang pada 30 Januari 2023 melakukan kunjungan kerja ke Saudi Arabia. Kunjungan tersebut untuk menyikapi usulan Kemeneterian Agama terkait biaya haji yang mencapai Rp69 juta.
Di Arab Saudi, mereka tidak hanya memantau persiapan haji tahun 2023 namun juga mengadakan dengar pendapat dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah Eko Hartono, Dirjen Haji dan Umroh Hilman Latief, Konsul Haji Jedah Nasrullah Jasam dan Kepala ITPC Jeddah Muhammad Rivai Abbas.
Banyak hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
"Intinya kami ingin biaya haji yang ditetapkan tidak memberatkan jamaah haji," ujar Yandri Susanto.
Diakui berita soal biaya haji yang mencapai Rp69 Juta membuat masyarakat resah.
"Padahal itu masih usulan, jadi belum final," paparnya saat hadir dalam pertemuan itu.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebut biaya haji nilainya bisa di bawah usulan Kementerian Agama bila ada komponen-komponen tertentu yang bisa dibicarakan ulang dengan rekanan penyelenggara haji. Disebut seperti tiket pesawat apakah harganya benar-benar Rp33 Juta.
"Nah kita ingin harga tiket diturunkan," tuturnya.
Tak hanya tiket yang bisa dibicarakan ulang, soal biaya hotel dan catering pun bisa juga dilakukan hal yang sama.
"Dari semua pembicaraan ulang inilah yang bisa membuat biaya haji diturunkan di bawah usulan Kementerian Agama," paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Yandri Susanto ingin agar uang haji atau uang yang dikelola BPKH tetap sehat. Ini ditekankan agar keberlangsungan pelaksanaan ibadah haji di masa-masa yang akan datang tetap bisa berlangsung secara aman. Diingatkan bila biaya haji terlalu besar nilai manfaatnya pada tahun ini maka kemungkinan akan mengganggu kesinambungan pelaksanaan ibadah haji di tahun berikutnya.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas terkait adanya 500 ribu WNI yang visa dan passportnya overstay. Diakui memang pemerintah telah melakukan langkah-langlah hukum untuk melindungi WNI yang terjerat kasus hukum.
"Pemerintah kerap memulangkan WNI yang terjerat kasus hukum," tuturnya.
"Bahkan beberapa waktu yang lalu ada program pembaruan passport," tambahnya.
Untuk itu diharapkan pemerintah melakukan langkah yang sama dan konsisten dalam perlindungan terhadap 500 ribu WNI yang dirundung masalah hukum.
Didorong pemerintah tidak hanya bersifat kuratif dalam masalah WNI yang bermasalah di sana namun juga ditegaskan pemerintah agar preventif terhadap upaya-upaya pengiriman jasa tenaga secara ilegal.
"Jangan sampai WNI berangkat mencari kerja namun secara ilegal, parahnya lagi yang memberangkatkan tidak bertanggungjawab atau lepas tangan," paparnya.
Untuk itu pemerintah diharap melakukan langkah preventif pengiriman tenaga kerja ke luar negeri agar tidak menjadi masalah dan beban selanjutnya.