Nusantaratv.com - Musibah tenggelamnya KRI Nanggala-402 di Perairan Utara Bali pada 21 April 2021 menyisakan duka mendalam bagi keluarga prajurit TNI AL dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Simpati dan belasungkawa ini patut dijadikan sebagai momentum untuk mengevaluasi pertahanan maritim Indonesia, terlebih posisi Indonesia yang memiliki garis pantai yang sangat panjang dan sumber daya kelautan yang melimpah. Syarief Hasan, Wakil Ketua MPR RI menegaskan bahwa sudah sepatutnya pertahanan sektor maritim diperkuat, salah satunya dengan peningkatan kapasitas alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan infrastruktur pertahanan.
“Kita menyampaikan duka mendalam atas musibah yang menimpa KRI Nanggala-402. Semoga kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari, dan hal ini patut dijadikan momentum penguatan pertahanan maritim. Dengan wilayah perairan Indonesia yang sangat luas, jumlah kapal selam tentu saja perlu diperbanyak. Dari garis pantai sepanjang 95.181 km dan laut seluas 5,8 juta km2, hanya 5 kapal selam tentu tidak cukup menjaga pertahanan negara,” ujar Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Sebagaimana diketahui, Indonesia hanya memiliki 5 kapal selam, yakni RI Nanggala-402 yang dipesan tahun 1977, KRI Cakra-402 yang dipesan tahun 1977, KRI Alugoro-405 yang dipesan tahun 2011, KRI Ardadeli-404 yang dipesan tahun 2011, dan KRI Nagapasa-403 yang dipesan pada tahun 2013. Praktis dengan tenggelamnya KRI Nanggala-402, Indonesia hanya memiliki 4 kapal selam. Itu pun KRI Cakra-402 kini sedang diperbaiki di Korea Selatan.
Menurut Anggota Komisi I DPR RI ini, dua kapal selam yang telah berusia lebih dari 40 tahun sudah seharusnya diremajakan, yakni dengan melakukan perawatan berkala dan berkualitas, serta menambah jumlah kapal selam. “Jika dilihat dari tahun pemesanannya, dua kapal selam dipesan pada pemerintahan Presiden Soeharto dan tiga lainnya pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini harus menjadi bahan evaluasi di internal pemerintahan Presiden Jokowi, bahwa jargon poros maritim sepertinya melupakan aspek pertahanan maritim,” sambung Syarief.
Dari sisi anggaran, pada tahun 2021 alokasi anggaran untuk TNI AL adalah Rp 24,49 triliun atau sekitar 17,87 persen dari total anggaran Kemhan/TNI. Ini juga perlu menjadi perhatian bersama, padahal jamak kita pahami bersama pencurian sumber daya laut sangat terjadi. Kuantitas dan kualitas pertahanan laut kita sangat lemah, sehingga tidak heran pengelolaan sektor maritim tidak optimal.
“Kita mendorong penguatan kapasitas alutsista dan infrastruktur maritim. Pemerintah perlu memperbanyak jumlah kapal selam, serta meningkatkan kualitas perawatan kapal selam yang sudah ada. Harapannya, selain untuk menjaga pertahanan negara, juga penting untuk mengawal optimalisasi sumber daya kelautan,” ujar mantan Menteri Koperasi dan UMKM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengakhiri.