Nusantaratv.com - Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, menilai terjadinya perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan 1443 Hijriyah di Indonesia, mestinya dijadikan sebagai penguat sikap beragama yang toleran dan moderat, untuk mengokohkan ukhuwah di antara Umat Islam dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Tidak malah dijadikan sebagai ajang untuk membuat ribut atau memecah belah umat. Apalagi sampai mengganggu khusyu’nya ibadah puasa di bulan Ramadhan.
“Setelah 2 Ramadhan Umat dibikin repot dengan covid-19, maka ketika tahun ini covid melandai, dan kebijakan dilonggarkan, mestinya penentuan awal dan akhir Ramadhan disikapi dengan hal yang konstruktif, tidak menghadirkan keributan. Disikapi dengan penuh kebijaksanaan, berdasarkan ilmu dan tanggung jawab keumatan. Serta menjadikannya sebagai momentum menjadikan masalah khilafiyah termasuk metode penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan sebagai rahmat bagi Umat,” kata Hidayat, Minggu (3/4/2022).
Menurut Hidayat, apa pun metode yang dipergunakan untuk menentukan awal Ramadhan, semua pihak memulai ibadah puasa wajib pada tanggal 1 Ramadhan 1443 H. Baik itu yang bertepatan dengan tanggal 2 April 2022 Masehi seperti Saudi Arabia, Mesir, Australia, AS, Muhammadiyah. Maupun yang bertepatan dengan tanggal 3 April seperti Indonesia (MUI/NU), Malaysia, Brunei, China, dan Maroko. Karenanya perbedaan yang terjadi patutnya disikapi secara proporsional, dan dihormati, sebagai perwujudan toleransi beragama, moderasi, inklusifitas dan kebersamaan.
Hidayat mengingatkan Pemerintah melalui Kementerian Agama untuk memfasilitasi perbedaan tersebut dengan tetap mengundang seluruh pihak yang kompeten. Seperti, Muhammadiyah dengan metode ijtihadnya dalam penentuan awal/akhir Ramadhan. Seperti tahun-tahun sebelumnya bisa hadir duduk bersama dalam sidang Isbat penentuan awal Ramadhan dan nanti Idul Fitri 1443 H.
“Metode ijtihad menentukan awal dan akhir Ramadhan/awal Syawal juga beragam. Ada ru’yah mahallii (lokal) atau ‘alamiy (global). Ada hisab hakiki atau ‘urfi, tetapi semuanya sudah lama diterima di kalangan Sunni dan diakui berlaku di NKRI. Maka demi menjaga ukhuwah, toleransi, dan kebersamaan, sudah sewajarnya bila pihak-pihak yang berkompeten sekalipun berbeda, tetap diundang oleh Kemenag, agar bisa menghadiri sidang isbat di awal maupun akhir Ramadhan nanti. Supaya kuatlah komitmen kebersamaan menyambut (tarhib) Ramadhan akan hadirkan amalan yang sesuai dengan bulan Ramadhan Karim (yang mulia dan terhormat),” ujar Hidayat.
HNW yang juga Wakil Ketua Majelis Syura PKS, ini meminta masyarakat tidak larut dalam mengomentari perbedaan tersebut. Apalagi sampai terpancing dengan ujaran atau tindakan yang malah bisa merusak nilai ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dan agar mewaspadai kalau ada pihak yang ingin memanfaatkan isu ini untuk mengadudomba di antara umat Islam akibat masalah khilafiyah seperti ini.
Anggota Komisi VIII DPR RI yang antara lain membidangi masalah Agama ini juga mengajak masyarakat khususnya Umat Islam untuk menjadikan Ramadhan sebagai bulan kuatkan solidaritas dan soliditas keumatan serta kebangsaan, dengan kokohkan ukhuwah, wujudkan pelayanan untuk saling membantu dengan sesama Umat dan rakyat. Hal yang sangat dinantikan oleh rakyat yang lagi kesusahan akibat covid-19 maupun akibat kenaikan harga-harga sembako, BBM, hingga pajak.
“Jangan larut dengan perbedaan penentuan awal Ramadhan, tapi juga jangan lanjutkan pengabaian terhadap potensi besar yang dimiliki Ummat beserta momentum yang bisa hadir bersama bulan Ramadhan, juga saat nantinya memeriahkan syiar Hari Raya Idul Fithri. Penting bagi Umat untuk menjadikan Ramadhan sebagai momentum untuk kokohkan ukhuwah dan pemberdayaan Umat, dengan saling menghormati dan menguatkan, serta membantu sesama Umat dan Rakyat. Sehingga kedatangan Ramadhan maupun kepergian Ramadhan nantinya, betul-betul jadi sarana peningkatan kualitas religiusitas dan takwa dari Umat, hadirkan kesalehan pribadi dan sosial. Sehingga kehadiran dan kepergian Ramadhan jadi berkah positif bagi Umat dan Bangsa. Marhaban ya Ramadhan,” pungkasnya.