Nusantaratv.com - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, Lc., MA, mengapresiasi kunjungan dua ratusan santri Pondok Pesantren Darut Taqwa Ponorogo di kompleks Parlemen Jakarta. Hidayat Nur Wahid berharap, kunjungan tersebut memberikan pengalaman dan pengetahuan yang lebih banyak, menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara,beserta fungsi dan peran lembaga negara. Agar para santri makin mempersiapkan diri dengan tekun belajar agar nantinya siap lanjutkan peran para ulama pahlawan bangsa antara lain dengan terjun ke dunia politik, termasuk menjadi anggota dan pimpinan lembaga legislatif.
Keberadaan para santri di Lembaga Legislatif, menurut Hidayat yang juga alumni Pondok Pesantren Gontor, akan melanjutkan kiprah alumni pondok pesantren yang sekarang ini sudah terlebih dahulu berperan di MPR, DPR dan DPD RI. Mereka juga bisa menjadi solusi bagi persoalan bangsa, seperti yang dilakukan para santri sebelumnya. Dan juga melanjutkan peran yang dilakukan oleh para santri dan ulama pada era perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI dan menyelamatkan NKRI. Sebagaiamana dahulu dilakukan oleh Ulama NU seperti KH Hashim Asyari, KH Wahab Hasbullah yang mengumandangkan Fatwa dan Resolusi Jihad, dan ulama dari Muhammadiyah seperti KH Abdul Kahar Muzakkir dan Ki Bagus Hadikusumo yang menyerukan Amanat Jihad, yang keduanya dalam rangka mendukung dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari kemungkinan dijajah kembali oleh kolonialis Belanda dan lain-lain. Dan juga para Santri yang melahirkan Laskar Santri untuk melaksanakan Fatwa dan Amanat Jihad tersebut.
"Tahun 2004 saya jadi ketua MPR. Waktu itu, untuk pertama kali presidennya dipilih langsung oleh rakyat. Saat itu yang terpilih adalah Pak SBY, padahal beliau hanya didukung partai kecil. Akibatnya suasana politik memanas dan berpotensi menimbulkan kerawanan. Lazimnya, setelah dilantik presiden menyampaikan pidato, tetapi saat itu suasananya tidak memungkinkan. Sesuai kaidah Islam yang saya pelajari di Pondok Pesantren, saya sampaikan ke Pak SBY bahwa yang sunah tidak boleh mengalahkan yang wajib. Sukses pelantikan Presiden dan pergantian kekuasaan secara damai adalah wajib, sementara pidato adalah sunan. Maka saya minta Pak SBY untuk menyampaikan pidatonya nanti di istana saja. Agar tidak ada kejadian hal-hal yang bisa gagalkan pelantikan Presiden. Alhamdulillah, Pak SBY bisa mengerti, dan berkat kaidah itu pelantikan berjalan lancar, tidak menimbulkan kekisruhan," kata Hidayat Nur Wahid yang akrab disapa HNW menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan HNW saat menerima peserta Wisata Pendidikan santri Pondok Pesantren Darut Taqwa Ponorogo. Acara tersebut berlangsung di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen Jakarta, Selasa (14/2/2023). Delegasi Pondok Pesantren Darut Taqwa dipimpin Direktur Pendidikan Putra Ponpes Darut Taqwa Drs. H. Ahmad Thobronni, M. Pd,. Ikut hadir pada acara tersebut dua anggota Fraksi PKS MPR RI. Yaitu, Dr. H. Fahmi Alaydroes, M.M., Med dan Amin AK., M.M.
Keberhasilan menghindarkan keributan yang berpotensi terjadi pada pelantikan presiden hasil pemilu 2004, menurut Hidayat didapat dari pengalamannya selama berada di pondok Gontor. Dulu, selama belajar di pondok, HNW banyak mengikuti berbagai kegiatan. Mulai dari olah raga, belajar kelompok, latihan pidato hingga jadi pengurus organisasi. Bahkan kebiasaan itu terus berlanjut saat Ia meneruskan pendidikannya di Universitas Madinah.
"Ikutilah semua kegiatan di pondok dengan tekun dan senang hati. Jangan dimaknai sebagai kegiatan yang membosankan atau malah membebani. Semua itu akan menjadi tabungan positif dan memberi makna dan pelajaran bagi profesionalitas perjalanan hidup kita di kemudian hari," ungkap anggota DPR RI dapil Jakarta II meliputi luar negeri, Jakarta Pusat dan Selatan.
Selain pengalamannya pribadi, HNW juga menyampaikan beberapa partisipasi para santri yang sudah dilakukan di ranah legislatif. Seperti lahirnya UU tentang pesantren pada tahun 2019. UU tersebut kini menjadi payung hukum bagi seluruh ponpes di Indonesia. Dan menjadikan pesantren sebagai entitas pendidikan yang legal, sebagaimana lembaga pendidikan lainnya.
"Kalau tidak ada orang-orang pesantren di DPR siapa yang akan membuat UU ini. Terbukti setelah itu ada penandatanganan dana abadi pesantren oleh Presiden untuk peningkatan kualitas santri. Sekalipun realisasinya tetap harus dikawal lagi," kata Hidayat lagi.
Di lingkungan fungsi dan tugas MPR, kata Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, ini mengungkapkan keberadaam santri berkontribusi menghadirkan ayat 3 dari pasal 31 UUD NRI Tahun 1945, tentang Pendidikan. Pasal 31 ayat 3, itu berbunyi, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan UU.
"Ini penting agar pelaksanaan Pendidikan Nasional kita selaras dengan tujuan kemerdekaan, ideologi Pancasila dan nilai-nilai luhur yang menyertainya yang menghadirkan kecerdasan berbasiskan iman, takwa dan akhlak yang mulia. Sekali lagi, Inilah manfaatnya bila lembaga-lembaga negara diisi oleh orang-orang yang memiliki kualifikasi memadai, punya keterikatan yang dalam dengan pesantren, umat dan Pendidikan Islam, mereka akan bekerja dan berkolaborasi untuk kepentingan umat dan bangsa dengan melanjutkan peran para ulama pahlawan bangsa. Dan para Santri bisa melakukannya dan penting terus mempersiapkan diri untuk dapat melanjutkannya," pungkas HNW.