Nusantaratv.com - Dibutuhkan langkah strategis bersama untuk mewujudkan lingkungan yang ramah bagi para penyandang disabilitas.
"Berbagai kebijakan yang telah ditetapkan harus diimplementasikan secara efektif untuk menjawab berbagai permasalahan terkait disabilitas, agar pengakuan atas partisipasi mereka dalam dinamika pembangunan nasional dapat konsisten diwujudkan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada diskusi daring bertema Mewujudkan Negara yang Ramah untuk Disabilitas yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (29/11).
Diskusi yang dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Maliki, ST, MSIE, Ph.D. (Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional /Bappenas), Dr. Dante Rigmalia, M.Pd (Ketua sekaligus Komisioner Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia) dan H. Norman Yulian (Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia/PPDI) sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Hj. Sri Wulan, S.E., M.M. (Anggota Komisi VIII DPR RI) dan Cucu Saidah (Inisiator Jakarta Free Barrier Tourism /JBFT) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) menyerukan agar tidak ada satu pun yang tertinggal dalam geliat pembangunan suatu negara, termasuk para sahabat disabilitas.
Seruan itu, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, merupakan bagian dari tujuan bernegara yang sudah diamanatkan konstitusi kita, UUD 1945, yaitu bagian dari upaya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berharap implementasi kebijakan terkait pemberian hak yang sama terhadap kelompok difabel, secara konsisten bisa segera direalisasikan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar upaya mewujudkan negara yang ramah terhadap disabilitas didukung semua pihak dengan political will yang kuat dari para pemangku kebijakan dan mampu melibatkan seluruh masyarakat.
Pada kesempatan itu, Rerie mengapresiasi berbagai elemen pemerintah dan kementerian serta lembaga yang telah merealisasikan perlindungan dan pemberdayaan kelompok disabilitas.
Pengembangan potensi tersebut, tegas Rerie, membutuhkan tindak lanjut melalui dukungan fasilitas penunjang seperti akses pada informasi, pelayanan kesehatan yang memadai dan melibatkan para sahabat difabel dalam berbagai inisiatif pembangunan.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Maliki mengungkapkan pada 2022 jumlah penyandang disabilitas kelompok sedang dan berat tercatat 4,3 juta orang.
Menyikapi kondisi tersebut, ujar Maliki, Pemerintah berupaya mendukung melalui langkah pendataan penyandang disabilitas di tanah air secara komprehensif.
Pendataan yang akurat, tambah dia, dapat membantu dalam proses pemberian dukungan secara tepat bagi para penyandang disabilitas seperti di sektor pendidikan dan kesehatan.
Diakui Maliki, kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) para penyandang disabilitas sudah cukup baik, tetapi kepemilikan NIK tersebut belum diikuti dengan kemudahan mengakses sejumlah layanan.
Demikian juga, ujar dia, kepemilikan jaminan kesehatan para penyandang disabilitas yang cukup tinggi (72%), belum dibarengi dengan kemudahan akses menuju fasilitas kesehatan bagi mereka.
Diakui Maliki, kepemilikan rekening para penyandang disabilitas terbilang rendah (23%), sehingga akses untuk pemberdayaan secara ekonomi dan bantuan dari Pemerintah masih sangat minim.
Menurut Maliki tantangan yang dihadapi para penyandang disabilitas di Indonesia adalah sulitnya aksesibilitas di sejumlah sektor dan kesetaraan yang belum merata.
Maliki menegaskan sejatinya regulasi terkait penyandang disabilitas cukup lengkap, tetapi di tingkat implementasinya belum memadai. "Bagaimana penyandang disabilitas itu bisa lebih berdaya itu merupakan langkah yang kritikal," ujarnya.
Ketua Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (KNDRI), Dante Rigmalia mengungkapkan pihaknya berupaya memantau berbagai pelaksanaan kebijakan terkait penyandang disabilitas secara top down dan bottom up.
Mulai dari perencanaan program, tambah Dante, hingga bagaimana pemberdayaan para disabilitas tidak charity base, tetapi diarahkan menjadi human right base.
Berdasarkan pola pendekatan tersebut, ujar Dante, diharapkan capaian pemenuhan hak disabilitas dapat diakselerasi dengan baik.
Menurut Dante, pemenuhan hak para penyandang disabilitas sangat penting, karena Indonesia sudah meratifikasi sejumlah kesepakatan seperti CRPD, CRC dan SDGs.
Diakui Dante, berdasarkan hasil monitoring KNDRI sejumlah isu penting terkait penyandang disablitas di Indonesia untuk segera diatasi seperti penghapusan stigma, pendataan, keterbatasan akses kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan kesejahteraan sosial.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat PPDI, Norman Yulian mengungkapkan organisasi yang dipimpinnya merupakan garda terdepan yang ikut memantau pelaksanaan kebijakan terkait penyandang disabilitas.
Diakui Norman, stigma penerapan charity untuk membantu para penyandang disabilitas yang masih marak di masyarakat harus segera disikapi dengan tepat.
Norman menegaskan, Pemerintah harus benar-benar hadir dalam proses penerapan kebijakan inklusif yang ramah difabel.
Para pemangku kebijakan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, tegas dia, harus memberikan dukungan penuh.
Menurut Norman, saat ini banyak kebijakan terkait difabel yang terbit, tetapi minim realisasi terutama soal aksesibilitas di sejumlah sarana publik.
Norman menilai pemahaman masyarakat masih rendah terkait kebutuhan akses bagi penyandang disabilitas. Rencana aksi nasional dan daerah dalam mewujudkan proses pembangunan yang inklusif, tegas dia, harus disosialisasikan secara masif.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Sri Wulan mengakui masih banyak hal yang harus dilakukan dan diperhatikan agar kelompok difabel di tanah air mendapatkan hak yang setara.
Menurut Sri Wulan, membutuhkan keterlibatan banyak pihak agar sejumlah kebijakan mampu direalisasikan untuk mendukung pemenuhan hak para penyandang disabilitas.
Diakui Sri Wulan, sejatinya sejumlah program kemitraan antara Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Sosial juga banyak ditujukan untuk para penyandang disabilitas dengan tujuan agar mereka memiliki kesejahteraan yang sama.
Pada kesempatan itu, Sri Wulan juga sepakat agar upaya sosialisasi terkait kebijakan dan pemenuhan kebutuhan para penyandang disabilitas di tanah air terus ditingkatkan.
Inisiator Jakarta Free Barrier Tourism (JBFT), Cucu Saidah berpendapat setidaknya ada beberapa hal yang harus digarisbawahi dalam upaya merealisasikan kebijakan terkait pemenuhan hak kelompok difabel.
Antara lain, tambahnya, terkait membangun kerjasama yang baik dengan banyak pihak tidak hanya untuk mewujudkan kemudahan bagi penyandang disabilitas, tetapi juga harus mewujudkan kemandirian dan juga keselamatan mereka.
Selain itu, tegas Cucu, konsisten mewujudkan aksesibilitas kelompok difabel di ruang-ruang publik. Salah satu caranya, tambah dia, dengan menjadikan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas menjadi prasyarat bagi banyak hal, termasuk dalam melakukan perencanaan pembangunan di kota dan desa.
Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan,
selama di kota-kota di Indonesia hanya disediakan jembatan penyeberangan orang (JPO) untuk menyeberang jalan, itu artinya kita belum memberikan kesamaan hak terhadap kelompok difabel di negeri.
Di masa Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta, ungkap Saur, upaya memberikan kesamaan hak kepada penyandang disabilitas dilakukan.
Antara lain, tambah dia, dengan membangun perlintasan untuk menyeberang jalan yang ramah disabilitas di depan Grand Hyatt di Jalan Thamrin, Jakarta.