Nusantaratv.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan reformasi konstitusi pada tahun 1999 sampai tahun 2002 menjadikan MPR tidak lagi memiliki wewenang untuk memilih presiden dan wakil presiden, karena presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum. Dengan demikian, presiden tidak lagi menerima mandat dari MPR, melainkan langsung dari rakyat. Pemilihan secara langsung tersebut yang oleh sebagian kalangan dijadikan alasan kuat untuk menghapus wewenang MPR dalam menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Argumentasi yang dibangun, melalui pemilihan langsung, calon presiden menawarkan visi, misi, serta program pemerintahannya kepada rakyat. Jika calon yang bersangkutan menang dalam pemilihan umum, maka visi, misi, serta program pemerintahannya akan menjadi acuan dalam menjalankan roda pemerintahan selama lima tahun masa jabatan. Dengan demikian, maka tidak diperlukan lagi fungsi MPR untuk menetapkan GBHN, karena Presiden terpilih telah memiliki visi, misi, dan program program pemerintahannya.
"Pandangan yang menjadikan pemilihan langsung sebagai alasan hilangnya GBHN merupakan pemikiran yang simplistik, atau cenderung menyederhanakan persoalan. Pemilihan langsung hanyalah bentuk sistem pemilihan presiden yang sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari wujud kedaulatan rakyat. Pemilik kedaulatan memiliki hak pula untuk merumuskan arah pembangunan nasionalnya," ujar Bamsoet dalam pelantikan anggota MPR RI Ikbal Djabaid dari Kelompok DPD Daerah Pemilihan Maluku Utara dan Nanang Sulaiman dari Kelompok DPD Daerah pemilihan Kalimantan Timur, di Komplek Majelis, Jumat (22/10/2021).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, disinilah pentingnya MPR, karena hanya MPR lembaga representasi yang paling lengkap, yaitu terdiri atas representasi politik rakyat (DPR) dan representasi teritorial (DPD). Dengan demikian menjadi jelas, bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung sama sekali tidak terkait dengan pranata haluan negara yang secara ideal semestinya dibuat, ditetapkan, dan dilaksanakan oleh rakyat melalui lembaga perwakilannya.
"Sebagai tindak lanjut rekomendasi MPR masa jabatan 2009–2014 dan MPR masa jabatan 2014–2019, dan sebagai bentuk tanggung jawab MPR masa jabatan 2019– 2024, saat ini MPR melalui Badan Pengkajian MPR sedang melaksanakan kajian terhadap substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Saya mengajak kepada seluruh Anggota MPR, khususnya kepada Anggota MPR yang baru saja mengucapkan sumpah, untuk ikut berpartisipasi dalam kajian terhadap substansi dan bentuk hukum PPHN tersebut. Pikiran-pikiran yang bernas dari Saudara dapat disampaikan kepada perwakilan kelompok DPD yang menjadi Anggota Badan Pengkajian MPR," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, selain aktif dalam pembahasan PPHN, seluruh Anggota MPR memiliki kewajiban untuk melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR kepada seluruh lapisan masyarakat. Dirinya berharap sosialisasi Empat Pilar MPR ini dilakukan secara sungguh-sungguh untuk membumikan nilai-nilai Empat Pilar MPR di tengah-tengah masyarakat, guna mewujudkan suatu karakter masyarakat dan sistem sosial yang berakar pada nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri, yang bersifat khas, unik, modern, dan unggul.
"Jati diri bangsa tersebut merupakan sintesis yang positif antara nilai-nilai luhur bangsa, seperti nilai religius, kebersamaan dan persatuan, toleransi, serta nilai modern yang universal yang mencakup etos kerja dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, jujur, dan profesional. Setiap anggota MPR RI harus bisa berkreasi mengembangkan metoda sosialisasi, agar nilai-nilai Empat Pilar MPR bukan sekedar bahan untuk dihafal atau dimengerti saja, melainkan juga perlu diterima dan dihayati, dipraktekkan sebagai kebiasaan, bahkan dijadikan sifat yang menetap pada diri orang Indonesia," pungkas Bamsoet.