Nusantaratv.com - Jakarta, 4/3/2023, Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII yang di antaranya membidangi urusan agama, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi BKKBN yang bisa mempersulit prosesi pernikahan, dan meminta kepada Kementerian Agama termasuk KUA agar taat asas untuk memudahkan prosedur bagi warga yang ingin melangsungkan pernikahan secara sah dan halal. HNW sapaan akrabnya menilai permintaan BKKBN agar KUA tidak menikahkan kecuali calon pasangan pengantin sudah memiliki sertifikat Elektronik Siap Menikah dan Siap Hamil (Elsimil) berpotensi semakin menyulitkan prosesi pernikahan dan membuat mahal biaya nikah.
"Nikah pada dasarnya adalah ajaran agama Islam. Dan Syariah Islam sangat menganjurkan membantu mempermudah pernikahan. Jangan sampai dengan mengabaikan ketentuan dasar itu, dengan dalih aspek birokrasi dan administrasi negara, maka nikah makin sulit dengan diharuskan adanya sejumlah dokumen sebagai tambahan persyaratan nikah misalnya dengan sertifikat Elsimil yang diusulkan BKKBN itu," disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (4/3).
Apalagi, tambah Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini, peraturan Menteri Agama nomor 20 Tahun 2019 tentang pencatatan pernikahan tidak menyaratkan sertifikat Elsimil untuk mendaftarkan kehendak nikah, apalagi larangan bagi KUA untuk menikahkan bila calon pengantin tidak membawa Elsimil tersebut.
Namun anehnya, belakangan, sertifikat Elsimil diusulkan oleh BKKBN untuk menjadi syarat nikah tambahan. Sertifikat itu bisa didapatkan calon pengantin setelah memeriksakan kesehatan dirinya dan pasangannya.
"Selain tak ada ketentuan tersebut di PMA 20/2019, prosedur pemeriksaan kesehatan bisa menimbulkan kesulitan dan menambah pembiayaan yang memberatkan calon pengantin, padahal di saat yang sama muncul tren nikah di KUA yang diapresiasi Kemenag, karena bisa meringankan biaya," sambungnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini berpandangan, tes kesehatan bagi calon pasangan adalah hal yang baik. Namun ketika itu diwajibkan, maka Pemerintah juga harus mengkaji aspek kebijakan yang berkaitan, seperti kesiapan Puskesmas, kesiapan BPJS, serta kemampuan ekonomi masyarakat.
Dirinya melihat tidak semua Puskesmas bisa menyediakan tes kesehatan pra-nikah, serta masih simpang-siur apakah tes tersebut dicover oleh BPJS atau tidak. Sementara jika calon pengantin harus tes di RS Swasta, biayanya berkisar Rp 1-3 juta untuk setiap orang, bahkan bisa lebih. Kondisi-kondisi di atas tentu menyulitkan warga yang ingin menikah.
"Jangan sampai Pemerintah membuat kebijakan yang kontradiktif seperti mewajibkan sertifikat Elsimil sementara dari Kemenag tidak ada kewajiban seperti itu, apalagi di lapangan Pemerintah tidak mempersiapkan sarana untuk bisa terlaksananya keputusan karena belum tersedia aksesnya secara merata. Jika ini yang terjadi maka akan semakin resahlah masyarakat, dan dapat membuat para anak muda enggan untuk menikah secara sah, dan akan makin merebak kasus-kasus hamil di luar nikah," lanjutnya.
HNW mengingatkan itu karena di saat yang sama kasus seks bebas di kalangan remaja dan anak muda semakin meningkat setiap tahunnya.
Data Komnas Perempuan menyebutkan, di tahun 2021 sebanyak 59.709 anak terpaksa menikah karena mayoritasnya sudah hamil di luar nikah, di mana angka tersebut naik 7 kali lipat dari tahun 2016. Mengerikan sekali.
"Oleh karena itu pernikahan yang murah sebagai solusi mendasar masalah pergaulan bebas seharusnya dipermudah, bukan dipersulit dengan adanya syarat tambahan yang tidak solutif. Adapun tes kesehatan pra-nikah baiknya dijadikan sebagai himbauan yang masif disosialisasikan, sehingga anak muda yang ingin menikah tetap mementingkan aspek kesehatan tetapi tidak tambah terbebani baik dengan aturan birokrasi maupun biaya yang menyertainya," pungkasnya.