Nusantaratv.com - Aksi unjuk rasa yang meluas di berbagai wilayah Tanah Air beberapa waktu lalu menjadi sorotan banyak pihak.
Demonstrasi adalah bentuk ekspresi rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Namun, maraknya aksi ini menunjukkan adanya kegelisahan yang mendalam di tengah masyarakat.
Rakyat turun ke jalan bukan tanpa sebab. Aksi ini mencerminkan kekecewaan terhadap sikap sebagian elit politik yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Bahkan, salah satu aksi demonstrasi berujung pada kehilangan nyawa. Seorang pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, menjadi korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Kehilangan ini menyisakan duka mendalam bagi keluarganya yang kehilangan tulang punggung keluarga.
Menanggapi situasi ini, Presiden Prabowo Subianto segera menggelar rapat mendadak di Istana Negara. Kepala Negara menegaskan penyampaian aspirasi adalah hak warga negara, namun harus dilakukan secara damai.
"Penyampaian aspirasi harus damai. Silakan sampaikan aspirasi dan tuntutan secara baik dan tertib. Kami pastikan akan mendengar, mencatat, dan menindaklanjutinya," ujar Presiden Prabowo.
Segala aspirasi yang disampaikan masyarakat harus dihormati dan dilindungi agar tidak ada lagi korban jiwa ataupun keluarga yang kehilangan orang tercinta.
Di tengah kritik terhadap aparat keamanan yang disebut bertindak represif, Direktur Eksekutif LEMKAPI, Edi Hasibuan, menanggapi dengan tegas.
Dia menyatakan aparat punya kewajiban untuk menjaga ketertiban dan keamanan.
"Kami prihatin dengan aksi demo yang berujung anarkis. Bukan hanya melakukan pengerusakan, bukan hanya melakukan penjarahan, tetapi juga sampai menelan korban jiwa. Dan tentu saja ini tidak bisa dibiarkan," ujar Edi dalam program "Merah Putih" yang dipandu jurnalis senior Nusantara TV Donny de Keizer, Rabu, 3 September 2025.
Jika terjadi pelanggaran hukum, kata dia, aparat berhak mengambil tindakan sesuai aturan. Menurut Edi, tindakan tegas aparat dibenarkan selama dilakukan sesuai prosedur dan bertujuan melindungi masyarakat serta harta benda mereka.
"Misalnya terjadi perusakan dan penjarahan di berbagai tempat, maka polisi berhak bertindak tegas. Tujuannya jelas, untuk melindungi nyawa serta harta benda masyarakat. Secara aturan, tindakan tegas itu memang dibenarkan," lanjutnya.
Namun demikian, Edi menekankan setiap tindakan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. "Ada tahapan-tahapan yang harus diikuti," tambahnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Katolik, Stefanus Gusma, juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas korban jiwa dan luka-luka yang terjadi di berbagai daerah, termasuk Jakarta dan Makassar.
"Untuk para korban yang luka-luka dan masih dirawat, kami berharap dan berdoa supaya cepat sembuh," kata Gusma.
Baca Juga: Orang Tua Affan Berkaca-kaca Cerita Kematian Anaknya: Pelaku Harus Dihukum Seberat-beratnya
Dia menyatakan pernah berbincang secara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto.
"Kami juga sempat berdialog langsung dengan Presiden. Beliau menyebut ada anggota aparat yang mengalami luka serius, bahkan harus menjalani transplantasi ginjal. Banyak sekali korban. Saya tidak memihak salah satu atau beropini. Ini persoalan kemanusiaan," ujar Gusma.
Dia menegaskan, demonstrasi adalah sarana sah untuk menyampaikan tuntutan dan harus dilindungi. Namun, menurutnya, saat ini tersedia berbagai kanal untuk menyalurkan aspirasi selain turun ke jalan, seperti media sosial dan platform digital lainnya.
"Hari ini juga banyak ruang-ruang saluran untuk menyampaikan aspirasi. Melalui sosial media, konten kreator, tidak perlu juga turun ke jalan," cetusnya.
Di sisi lain, Gusma menyampaikan ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyuarakan aspirasi.
"Tujuannya kan agar tuntutan kita didengar oleh pemerintah dan penyelenggara negara, lalu ada perubahan. Masalahnya kemarin justru aksi-aksi itu mengarah pada pembakaran dan penjarahan yang malah diglorifikasi. Orang mengambil barang dengan senang hati, seolah itu hal biasa, padahal itu bukan budaya kita. Belum lagi pengrusakan, terutama terhadap fasilitas umum dan sosial," tegas Gusma.
Dia menjelaskan, inilah yang mendorong pemuda lintas agama dan berbagai organisasi, seperti GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor), GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia), Pemuda Muhammadiyah, GEMABUDHI (Generasi Muda Buddhis Indonesia), PERADAH (Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia), hingga perwakilan dari Konghucu, untuk ikut bergerak.
"Salah satu langkah kami adalah mendesak pimpinan partai politik agar memecat anggotanya yang dinilai tidak sensitif dalam menyampaikan pernyataan, baik secara lisan maupun melalui tindakan. Kami juga memberikan dukungan kepada aparat keamanan untuk bertindak tegas terhadap pelaku kerusuhan, penjarahan, pembakaran, dan perusakan. Namun, bagi teman-teman yang melakukan aksi demonstrasi secara damai, mereka harus dilindungi dan dijaga," jelas Gusma.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menyatakan Indonesia merupakan negara hukum sekaligus negara demokrasi. Dia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara keduanya.
"Ini merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai negara hukum yang juga berupaya membangun demokrasi. Hukum tidak boleh membungkam demokrasi, dan demokrasi pun tidak bisa dijalankan tanpa hukum," jelas Nasir.
Menurutnya, demokrasi yang berjalan tanpa landasan hukum akan mengarah pada anarki dan tindakan yang justru merusak nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Sebaliknya, jika hukum terlalu membatasi demokrasi, maka kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat akan tertekan, yang pada akhirnya bisa mengarah pada pemerintahan yang otoriter.
Karena itu, lanjut Nasir, Indonesia perlu terus meningkatkan kapasitasnya sebagai negara hukum yang demokratis.
"Terkait tindakan-tindakan anarkis, saya kira tidak selalu bisa disalahkan sepenuhnya pada anggota DPR. Hal itu seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita semua," tukas Nasir.
Saksikan program "Merah Putih" dengan tajuk "Demo Boleh, Rusuh Jangan" selengkapnya di Nusantara TV melalui video di bawah ini.
Program "Merah Putih" hadir setiap hari Rabu pukul 20.00 WIB hanya di Nusantara TV.