Pemerintah Percepat Sertifikasi ISPO dan Hilirisasi Sawit Nasional

Nusantaratv.com - 13 November 2025

Indonesia Palm Oil Conference 2025 di Bali International Convention Center (BICC), The Westin Resort Nusa Dua, Bali/ist
Indonesia Palm Oil Conference 2025 di Bali International Convention Center (BICC), The Westin Resort Nusa Dua, Bali/ist

Penulis: Ramses Manurung

Nusantaratv.com-Pemerintah memperkuat komitmennya dalam mewujudkan pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan melalui percepatan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) serta pengembangan hilirisasi industri sawit. Langkah strategis ini diambil untuk meningkatkan daya saing sektor sawit nasional sekaligus mendorong kemandirian energi dan ketahanan pangan.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Abdul Roni Angkat, menyampaikan bahwa hingga Juli 2025, sertifikat ISPO telah diterbitkan kepada 1.211 pelaku usaha dengan total luasan 7.211.942,97 hektare. Dari jumlah tersebut, 84 persen merupakan perusahaan besar swasta (PBS), 9 persen perkebunan besar negara (PBN), dan 7 persen pekebun rakyat (PR).

“Penerapan sertifikasi ISPO menjadi langkah penting untuk memastikan tata kelola sawit Indonesia lebih berkelanjutan, transparan, dan sesuai dengan standar global. Ini juga menunjukkan keseriusan kita dalam menghadirkan industri sawit yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat,” ujar Abdul Roni saat membuka Indonesia Palm Oil Conference 2025 di Bali International Convention Center (BICC), The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis, 13 November 2025.

Ia menambahkan bahwa sertifikat ISPO dengan status masih berlaku mencapai 1.108 pelaku usaha dengan total luasan 6.608.090,78 hektare. Dari jumlah itu, 931 merupakan perusahaan swasta, 80 perusahaan negara, dan 97 pekebun rakyat. Implementasi ISPO aktif ini telah mencakup 39,33 persen dari total tutupan sawit nasional sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 833 Tahun 2019.

Menurut Abdul Roni, sertifikasi ISPO tidak hanya sebatas pemenuhan aspek administratif, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam memperkuat daya saing produk sawit Indonesia di pasar global.

“Kita ingin produk sawit Indonesia tidak hanya unggul dalam volume, tetapi juga dalam kualitas dan keberlanjutannya,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyoroti pentingnya hilirisasi komoditas sawit untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Kebutuhan minyak sawit dalam negeri terus meningkat seiring dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan sektor industri energi. Total kebutuhan minyak sawit domestik mencapai 10,59 juta ton per tahun, terdiri dari 4,15 juta ton untuk minyak goreng dan 6,41 juta ton untuk industri lainnya. Sementara itu, kebutuhan minyak sawit untuk biodiesel dalam negeri mencapai 18,99 juta ton, dengan alokasi ekspor sekitar 27 juta ton per tahun.

Perkebunan kelapa sawit/ist

“Kita menargetkan produksi minyak sawit mencapai 100 juta ton pada tahun 2045. Fokus utamanya adalah memenuhi kebutuhan domestik untuk minyak goreng rumah tangga dan biodiesel. Setelah itu baru kita arahkan untuk memperkuat ekspor produk turunan bernilai tambah tinggi,” jelasnya.

Pemerintah juga menegaskan pentingnya peningkatan produktivitas dan hilirisasi industri sawit agar nilai tambah dapat dinikmati di dalam negeri. Strategi ini diharapkan mampu memperluas lapangan kerja, memperkuat ekspor produk olahan, serta mendukung program transisi energi nasional.

Sebagai langkah jangka panjang, Kementerian Pertanian menjalankan Program Pengembangan Kelapa Sawit atau Kebun Plasma seluas 400 ribu hektare untuk mendukung perluasan kebun rakyat di sejumlah provinsi, seperti Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan.

Program ini bertujuan memperkuat swasembada pangan, meningkatkan kapasitas produksi, serta mendukung kemandirian energi nasional. Selain itu, proyek tersebut juga diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat perekonomian daerah. Total luas kebun plasma yang akan dikembangkan mencapai 400.000 hektare dengan rencana pembangunan 17 unit pabrik kelapa sawit (PKS). Provinsi dengan cakupan lahan terbesar antara lain Kalimantan Barat (112.860 hektare), Kalimantan Tengah (125.200 hektare), dan Jambi (35.000 hektare).

Berdasarkan hasil analisis kelayakan, program ini memiliki nilai Internal Rate of Return (IRR) sebesar 14,3 persen dengan periode pengembalian modal (PBP) sekitar 7,1 tahun. Program ini juga diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja hingga 566.173 orang.

“Program kebun plasma ini adalah langkah nyata pemerintah untuk memastikan kesejahteraan pekebun rakyat sekaligus meningkatkan pasokan bahan baku industri sawit nasional,” ungkap Abdul Roni.

Melalui langkah terpadu seperti percepatan sertifikasi ISPO, pengembangan hilirisasi, serta perluasan kebun plasma rakyat, pemerintah optimistis sektor kelapa sawit Indonesia akan semakin berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

 

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close