Nusantaratv.com-Kejaksaan Agung membeberkan modus eks Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL) dalam kasus dugaan korupsi perbankan yang merugikan negara triliunan rupiah.
Kongkalingkong ISL dengan sejumlah petinggi perbankan diawali pada tahun 2021 di mana Sritex mengalami kerugian 1,08 miliar US Dolar atau setara dengan Rp15,65 triliun. Padahal setahun sebelumnya di 2020 Sritex membukukan keuntungan sebesar Rp1,24 triliun pada 2020.
"Jadi ini ada keganjilan dalam 1 tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan. Kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," beber Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, seperti diberitakan Nusantara TV.
Dengan modus kerugian tersebut, ISL kemudian mengajukan kredit ke sejumlah bank, baik bank daerah, pemerintah maupun swasta.
Di tengah masalah itu, PT Sritex mendapatkan kredit dari bank daerah ratusan miliar dan yang paling banyak dari bank milik pemerintah terdiri dari Bank BNI, BRI, LPEI mencapai Rp2,5 triliun.
Rinciannya, Bank Jateng sebesar RpRp395.663.215.800; bank BJB RpRp543.980.507.170; Bank DKI Rp149.007.085.018,57, lalu ada juga dari 20 bank swasta lainnya.
"Kemudian dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman, ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI dan DS selaku pimpinan divisi korporasi dan komisaris komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten telah memberikan kredit secara melawan hukum. Karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Fitch dan Moody's PT Sri Rejeki Isman hanya memperolah predikat B minus dengan risiko gagal bayar yang lebih tinggi," ungkap Qohar.
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," imbuhnya.
Selain itu, sambung Qohar, kredit yang diberikan bank daerah tersebut semestinya dipakai ISL sebagai modal kerja. Tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka dalam kasus korupsi penerimaan kredit perbankan