Ancaman Terorisme Tingkat Tinggi, Rusia Prediksi Kebangkitan ISIS dan Khilafah 2.0

Nusantaratv.com - 30 Desember 2021

Ilustrasi ISIS. (Net)
Ilustrasi ISIS. (Net)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Moskow memperingatkan terorisme di wilayah yang bergejolak di Timur Tengah dan Afghanistan masih tetap menjadi ancaman utama bagi keselamatan warga Rusia.

Berbicara kepada RIA Novosti pada Rabu (29/12/2021), seperti dikutip dari Good Word News, Wakil Menteri Luar Negeri Oleg Syromolotov mengatakan situasi untuk kontraterorisme tetap sangat tegang. Kaum radikal dapat memperoleh keuntungan di benua Afrika.

"Lingkungan tetap sulit di Suriah dan Irak, di mana faktor utama destabilisasi adalah penahanan zona de-eskalasi Idlib oleh kelompok-kelompok radikal dan kehadiran sel-sel ISIS dan Al-Qaeda," jelas Syromolotov.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, di Afrika, khususnya di zona Saharo-Sahel, Kementerian Luar Negeri Rusia pada dasarnya dapat mengamati prasyarat untuk kembangkitan kekhalifahan versi 2.0 teroris di sana.

Syromolotov juga mengatakan Moskow memantau dengan cermat situasi di Afghanistan. Di mana ada ancaman teroris tingkat tinggi dari simpatisan ISIS dan Al-Qaeda yang menetap di sana setelah jatuhnya Kabul ke tangan Taliban musim panas ini. 

Dia sangat berhati-hati menyebutkan jika kejatuhaan Afghanistan menimbulkan risiko bagi Rusia dan negara-negara Asia Tengah.

Diketahui, ISIS, Al-Qaeda dan Taliban ditetapkan sebagai organisasi teroris dan dilarang di Rusia. Ibu kota Afghanistan, Kabul, direbut oleh kelompok pemberontak pada 15 Agustus setelah menguasai sebagian besar wilayah negara itu.

Setelah pengambilalihan, Moskow memposisikan dirinya sebagai mediator perdamaian di Asia Tengah, dan menjadi tuan rumah delegasi perwakilan politik dari Taliban.

Menyusul penarikan cepat pasukan Barat dari negara yang dilanda perang, Rusia meningkatkan kehadirannya di wilayah tersebut. Rusia juga mengadakan latihan bersama dengan bekas republik Soviet seperti Uzbekistan dan Tajikistan di sepanjang perbatasan bersama.

Pada Juli lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan Operasi Barkhane, kampanye militer yang dipimpin Prancis melawan pemberontak Islam di Mali, akan selesai pada awal 2022.

Sedangkan pada September, Perdana Menteri Mali Choguel Kokalla Maiga mengatakan Paris telah 'meninggalkan' negara Afrika di tengah reaksi terhadap niat Bamako yang dilaporkan untuk mempekerjakan hingga 1.000 tentara bayaran dari Grup Wagner Rusia.

Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov mengungkapkan kepada RT jika diplomat top Uni Eropa, Josep Borrell, memperingatkannya untuk menjauh dari Afrika, menyebut benua itu dengan istilah 'tempat kami'. 

Pejabat Rusia bersikeras akan menjadi penting bagi Moskwa dan Eropa untuk meningkatkan upaya membantu wilayah Sahel.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])